Skip to main content

Cinta di Rumah Sakit

Liburan yang sangat panjang. Membuatku sedikit malas untuk berangkat sekolah. “Pak Sadi sudah nunggu di luar tuh!” Kata Bunda seraya membersihkan piring-piring di meja makan. “Iya tau, Bun! Icha berangkat dulu ya, Bun!” Kataku. Setelah pamit, aku langsung keluar dan masuk mobil. “Pagi Non!”. “Pagi!”
Di tengah perjalanan, terlihat dari kaca mobilku, itu mobil Adhi. Adhi adalah anak sebelas ips dua, salah satu anak seangkatan denganku, yang sejujurnya aku menyukainya. Tapi sudahlah lupakan. “Maaf ya, Non. Di depan ada kecelakaan, jadi mungkin Non telat.” Kata-kata Pak Sadi membuatku bertanya-tanya. Refleks, aku kira itu Adhi yang kecelakaan. Tapi semoga aja bukan.
Tepat pukul tujuh, sesampainya di sekolah, terpaksa aku terkena sangsi keterlambatan. Tidak mengikuti satu jam pelajaran, beruntung karena pelajaran pertama bahasa Indonesia, pikirku. Bel pun berbunyi tanda pelajaran memasuki jam ke dua. “Tumben telat, Cha?” Tanya Ita memasang muka curiga. “Tadi di tengah jalan ada kecelakaan, bikin macet!” Jawabku seraya mengambil bangku di sebelah Ita. Jam perlajaranpun ganti dengan jam istirahat. Terdengar suara Nadine memanggilku, “Icha! Icha!” Spontan, aku bertanya-tanya ke arahnya, “Kenapa? Kenapa?”. Hash. Ternyata benar apa yang ku pikirkan tadi di jalan. Yang kecelakaan itu. “Sekarang Adhi masuk rumah sakit. Tadi aku denger dia gak parah banget kok.”
Sedih. S ebenarnya, aku ingin jenguk dia. Tapi dia aja mungkin tidak pernah mengenalku. Mau apa aku ini? Mempermalukan diri sendiri? Pikirku. “Ayo Cha, kamu gak mau jenguk dia?” Tanya Vina seraya sedikit menggodaku. Kalau boleh jujur sih, aku pengen banget jenguk dia. Tapi dilain sisi, banyak pertanyaan yang muncul, untuk apa aku kesana? Memang aku siapanya dia? Kenal juga tidak. “Dih, ngapain juga jenguk anak itu. Emang aku siapanya?” Jawabku sedikit ragu. “Ooo, gitu. Masa se nggak mau jenguk?” Goda Vina dengan wajahnya yang menyebalkan. “Hmm, haha” Tawa Ita, Nadine, dan Ryka terdengar sangat menyindir. “Pada kenapa semua sih?”
Sepulang sekolah, seperti biasa. Aku menunggu pak Sadi menjemputku. Dengan teman-temanku, “Maaf ya, Cha. Hari ini aku gak bisa nemenin kamu nunggu. Aku mau ikut jenguk Adhi.” Kata Chinta membuatku kaget. Tapi memang sih, teman-temanku banyak yang mengenal Adhi. Terkadang aku iri dengan mereka yang dekat dan mengenal Adhi. Sungguh, aku ingin ikut bersama mereka menjenguk Adhi. Tapi bagaimana seharusnya aku. Tolong dong, tawarin aku ikut bersama kalian. “Kamu gak mau ikut ta, Cha?” Tanya Aas yang membuatku lega. Akhirnya. “Hmm, kalau kalian maksa, aku sih mau-mau aja!” Jawabku berlagak cuek, padahal mau banget.
Kamar bunga, paviliun 2. Terdengar sangat berisik didalam kamarnya. Mungkin itu teman-temannya. “Masuk yuk, Cha!” Ajak Chinta menarik tanganku. Bingung. Aku berusaha tidak grogi melihat Adhi. Terlihat luka di bagian kepalanya, mungkin itu karena benturan. “Gimana keadaanmu?” Tanya Aas ke Adhi. “Udah baikan kok.” Jawabnya singkat. Sial. Aku disini seperti patung. Diam seribu bahasa. Melihat Adhi dan teman-temanku ngobrol, membuatku panas. Aku juga ingin ngobrol dengannya. Please, ajak ngobrol aku. “Makasih ya kalian udah mau jenguk aku.” Itu kata-kata Adhi, meski bukan cuma buat aku, tapi senang. Berbunga-bunga. Yang biasanya aku hanya bisa melihat senyumnya dari jarak jauh, sekarang aku benar-benar ada di sampingnya. Melihatnya dari dekat.
Mengingat peristiwa itu, membuatku tidak bisa tidur pulas. Aku berniat, akan cerita kejadian ini besok pagi ke Ita, Vina, Nadine, dan Ryka. Tidak bisa ku bayangkan mereka menggodaku besok. 10 demsember 2010. Tidak akan aku lupakan kejadian hari ini, pikirku.
Bel istirahat berbunyi, saatnya moving class. Seperti biasa, Vina dan Nadine pergi ke kantin. Sedangkan, Ryka ada rapat ekskul. Tinggal aku dan Ita yang masih ada dikelas. Aku mulai cerita semuanya tentang kejadian kemaren. Tidak kaget. Respon yang tidak biasa mulai muncul. “Loh? Cieee, makin deket dong sekarang?” Kata-kata Ita membuat suasana kelas yang tadinya ramai menjadi sepi. “Biasa aja tuh. Malah aku dicuekin tau.” Jawabku kesal. “Ichaaaaaa!” Teriak Vina membuatku kaget. “Ada berita loh!” Lanjut Vina yang kali ini membuatku penasaran. “Berita apa?” “Adhi! Adhi!” “Iya Adhi kenapa?” “Kemaren kamu jenguk Adhi ya? Tadi aku denger temen-temennya Adhi cerita-cerita tentang kamu.” Cerita Vina membuat aku shock. APA?. “Mereka bilang apa?” Tanyaku semakin penasaran. Mungkin mereka mngejekku. Atau mungkin mereka menghinaku. Hiks. “Mereka bilang, setelah kamu pulang Adhi cerita kemereka kalau..” Cerita Nadine aku sela, “Kalau aku jelek kan?” “Kamu salah,Cha. Adhi bilang dia suka kamu!” Kata Vina dengan kerasnya. Sepi. Diam. Aku salah dengar mungkin. Iya aku salah dengar, pikirku. “APA?” Ita pun ikut kaget. “Kalian ngomong apa sih. Becandanya jangan keterlaluan gitu. Kalo mau menghibur itu bukan gini caranya.” Kataku sedih. “Apa kita kayak menghibur? Kita ini cuma denger apa yang mereka bicarain. Ini beneran!” Kata Vina lagi-lagi membuatku sedih. “Iya, Cha! Ini beneran.” Sahut Nadine. Apa benar apa yang mereka katakan ini?.
Malam pun tiba. Tidak seperti biasanya, handphoneku berdering. Telepon masuk. Nomor asing, “Siapa ya?” Jawabku dalam telepon. “Ini Chinta, Cha!” Kata seseorang yang tak asing lagi bagiku. “Kenapa Chin?” “Kamu bisa ke rumah sakitnya Adhi. Aku pengen ngomong sesuatu. Aku tunggu ya.” Sebelum aku menjawabnya, Chinta sudah menutup teleponnya. Ada apa ini? Mungkin aku harus kesana.
“Bun, pak Sadi mana ya?” Tanyaku ke Bunda yang sedang asik menonton tv. “Pak Sadi tadi pamit pulang awal. Anaknya sakit. Kenapa emangnya?” Jawab Bunda membuatku lemas. “Ya udah aku pergi sendiri aja. Aku bawa mobil ya Bun!” “Mau kemana kamu? Minta anter mbak aja loh.” Sepertinya Bunda cemas. “Mbak Aya ke kampus Bun. Icha pergi sendiri aja.” “Oo, ya udah. Hati-hati loh ya.” “Oke Bun.”
Jarak antara rumahku dengan rumah sakitnya memang jauh. Kurang lebih tiga puluh menit lagi, aku akan sampai disana. Bingung. Apa yang ingin dikatakan Chinta disana? Dan kenapa harus disana?, pikirku. Sesampainya disana, aku langsung menuju kamarnya Adhi. Aku lihat Chinta dan yang lainnya ada di depan kamar Adhi. “Kenapa Chin? Ini ada apa?” Aku pun bertanya-tanya. “Adhi udah, hiks. Ini surat dari Adhi buat kamu, Cha!” Kata Chinta terisak.
Maaf, kalau selama ini aku gak sadar
Ada orang yang suka sama aku
Makasih ya karena udah sayang sama aku
Sejujurnya, “.......”.
“Aku juga suka sama kamu!” Terdengar suara dari balik pintu kamar itu. Itu Adhi :)

Comments

Popular posts from this blog

Bersama Mereka

 Mungkin tidak banyak yang tau, kalau aku sekarang mendapatkan amanah menjadi guru disalah satu madrasah ibtidaiyah di kota ini. Dengan lulusan aku yang pendidikan matematika, awalnya aku hanya mengajar pelajaran matematika dibeberapa kelas saja. Tapi tahun kedua, aku diberikan kesempatan untuk menjadi wali kelas. Dan cerita ini dimulai, senang rasanya bisa hadir di tengah-tengah mereka yang  on the way  remaja. Dari perubahan fisik sampai ke kepribadiannya.  Setiap hari ada banyak hal yang kita lalui bersama, bukan hanya mereka yang belajar tapi akupun ikut belajar dari mereka. Karena terkenalnya kelas ini paling super segalanya, dari bermacam-macam karakternya sampai kenakalannya. Tapi itu tidak membuatku menyerah bersama mereka. Membuat suasana kelas seperti apa yang mereka inginkan adalah salah satu tugas utama bagiku. Salah satunya mengelompokkan mereka menjadi beberapa grup lalu belajar dengan bermain.  Tidak hanya pembelajaran di kelas yang kami lalui bersama, tapi kegiatan-kegi

Kosong

Hai! Mungkin ini bukan pertama kali aku merasa berbeda. Em, sorry bukan berbeda boleh dibilang spesial. Pernikahanku berjalan tujuh bulan dan alhamdulillah aku positif hamil. Kami tidak menyangkah karena honestly kami bertemu hanya beberapa kali selama pernikahan. Jarak ribuan kilometer yang memisahkan kami, membuat kami jarang bertemu. Dengan adanya sesuatu diperut ini sedikit banyak mengubah dunia kami. Dari cara berpikir, sampai cara bersyukur.  Satu bulan kehamilan ini aku memutuskan untuk pergi ke rumah sakit swasta. Memastikan, dan memeriksa keadaannya. Entah apa yang aku dengar ini membuatku bimbang tentang keberadaannya. "Masih belum terlihat karena rahim retrofleksi". Aku sempat diberikan obat penguat kandungan dan beberapa vitamin. Dokter menyarankan untuk kembali setelah minggu ke sepuluh. Sepulang dari sana, aku mencari tau apa yang dikata dokter tadi. Kata yang ku ingat hanya retrofleksi. Okay. Aku mengabari suami yang saat itu sedang bekerja, dia sempat kaget da

18 Februari 2023

Hari itu tepat 18 Februari 2023 jam 09.00 wib, dia mengucapkan janji bahwa dia akan menerima kelebihan dan kekuranganku, menjaga dan membimbingku, mengasihi dan menyayangiku sepanjang waktu kami mengarungi kehidupan ini. Terima kasih telah menjadi akhir yang membahagiakan dalam senyum ini. Air mata yang jatuh itu akan aku balas dengan seluruh kasih sayang yang aku miliki. Sungguh.