Skip to main content

Aku Anak Angkat!!!


-->
Aku anak ketiga dari tiga bersaudara. Umurku sekarang genap lima belas tahun. Aku mempunyai dua kakak. Satu cewek dan satu cowok. Namaku Terika Putri biasa di panggil dengan sebutan Rika. Kakakku yang pertama bernama Terisya Putri dan biasanya di panggil kak Risya. Sedangkan kakak cowokku bernama Terico Putra sudah pasti di panggil kak Rico. Aku tinggal bersama kak Rico. Karena kak Risya harus melanjutkan kuliah di luar negri. Sedangkan Papa, dia memiliki kantor di Amerika jadi Papa harus menetap disana. Papa pulang untuk menjenguk kita sekitar sebulan sekali. Itupun kalau sempat. Kalau Mama, dia sudah tidak ada di dunia ini.
Pagi yang cerah tapi mungkin tak secerah hati kak Rico. Dia kelihatan sedih sepertinya. “Kak Rico kenapa?”,Tanyaku dengan tersenyum padanya. “Nggak pa-pa kok dek!”,Jawabnya seraya memelukku lembut. “Kak, Rika boleh nanya nggak?”,Tanyaku yang masih merasakan kehangatan pelukan itu. “Boleh kok! Adek mau nanya apa?”,Kata kak Rico seraya melepaskan pelukan itu. “Rika sampai sekarang nggak pernah tahu Mama dimana. Emang Mama dimana kak?”,Tanyaku bingung memikirkan pertanyaan ini. “Adek! Mama itu sudah nggak ada. Mama bahagia di sisiNya.”,Jawab kak Rico seraya menatap aku dengan matanya yang berkaca-kaca. “Mama kenapa ninggalin kita kak? Mama meninggal kenapa?”. “Dek, mungkin sudah saatnya kamu tahu. Kejadian ini terjadi waktu kakak berumur lima tahun. Kak Rico, kak Risya, dan Mama sedang asik bercanda. Lalu, Mama menawarkan kita kue coklat. Kak Rico dengan senangnya mengangguk. Mama pergi ke dapur dengan cepat. Nggak lama, sekitar lima menit terdengar suara teriakan dari arah dapur. Kak Rico sama kak Risya berlari ke arah dapur. Dan ternyata Mama sudah tergeletak dengan bekas tusukan di perutnya.”,Cerita kak Rico panjang lebar. “Lalu, aku dimana saat itu kak?”,Tanyaku dengan lugunya. Kak Rico terlihat bingung menjawab pertanyaan ku yang satu ini. “Kak, kenapa diem saja! Ayo jawab kak!”,Kataku terus mendesak agar kak Rico menjawab petanyaan ku. Tapi, dia malah pergi meninggalkan ku tanpa menjawab apa-apa.
Aku sempat bingung kenapa kak Rico tidak mau menjawab pertanyaanku. Aku mencoba telpon ke kak Risya untuk menanyakan hal yang sama. Tapi, kak Risya juga tidak menjawabnya. Dia malah menyuruhku untuk tidak menanyakan hal itu lagi. Ini sungguh membuatku penasaran.
Pagi ini aku berangkat sekolah bersama kak Rico karena supir yang biasanya mengantarkanku sedang pulang kampung untuk menjenguk anaknya yang sedang sakit. Di dalam mobil, “Kak, boleh nggak aku tahu dimana makamnya Mama?”,Tanyaku sedikit canggung mengatakannya. “Boleh kok dek! Entar ya pulang sekolah kakak anter.”,Jawab kak Rico seraya tersenyum padaku. “Aku turun dulu ya kak!”. “Iya! Belajar yang bener.”.
Kebetulan jadwal pulangnya kak Rico beda sekidit denganku. Jadi, sewaktu aku keluar dari gerbang sekolah sudah terlihat mobilnya. “Udah lama kak?”,Tanyaku sembari menutup pintu mobil. “Nggak kok, baru aja datang!”,Jawab kak Rico dengan santainya. “Kak, langsung ke makamnya Mama kan?”,Tanyaku memulai pembicaraan. “Iya, dek!”,Jawab kak Rico yang terlihat sedih. “Kak, kalau memang kakak nggak mau ke makamnya Mama nggak pa-pa. Kita pulang aja! Rika nggak mau ngeliat kakak sedih.”,Kataku kepada kak Rico. “Nggak kok dek! Kakak sedih bukan gara-gara itu, tapi kakak baru kehilangan cewek yang kakak sayangi.”,Jawab kak Rico dengan nada lemas. “Maksudnya? Kak Winna? Emang dia kenapa kak?”,Tanyaku yang sedikit kaget mendengar jawaban kak Rico. “Dia sakit dek! Dan dia sekarang udah nggak ada.”,Kata kak Rico yang membuat ku kaget setengah mati. Selama di perjalanan kak Rico cerita banyak tentang kak Wina yang katanya sakit kanker otak dan meninggal pagi tadi.
Setelah lama di perjalanan, akhir sampai juga di pemakaman Mama. Di situ tertulis lengkap nama Mama dan tanggal kapan Mama menginggal. Itu tidak mungkin. Mama meninggal sebelum aku lahir. ‘Jadi aku ini anak siapa?’,Tanya ku dalam hati seraya meneteskan air mata. “Dek! Kamu kenapa?”,Tanya kak Rico seraya mengusap air mata yang menetes di pipiku. “Kak, kenapa Mama meninggal sebelum aku lahir? Sebenarnya aku ini anak siapa kak?”,Tanyaku dengan terus meneteskan air mata. Kak Rico tak sedikit pun menjawab. Dia hanya diam dan memeluk ku dari samping.
Sesampainya di rumah, aku langsung masuk kamar tanpa memperdulikan adanya kak Rico di dekatku. Aku ingat akan album foto yang ku temukan di kamar kak Rico. ‘Ini buku apa ya?’,Tanyaku dalam hati seraya membersihkan cover bukunya. ‘Album foto?’. Aku semakin bingung. Akhirnya aku buka satu per satu lembaran di buku itu. Ada banyak sekali foto kak Risya dan kak Rico waktu kecil. Dan di situ juga ada foto wanita yang cantik dan anggun. ‘Mungkin itu Mama!’,Kata ku dalam hati. “Dek, kamu ngapain?”,Tanya kak Rico seraya mengambil album foto itu dari tanganku. Mulai saat itu kak Rico selalu mengunci pintu kamarnya saat dia tidak ada di kamar. Aku sempat bingung. Kenapa aku tidak boleh melihat album itu?
Malam pun tiba, aku pergi tanpa izin kepada kak Rico. Aku pergi ke tempat dimana aku hanya sendiri dan tidak ada yang bisa menggangguku. Ku lihat langit menampakan wajah marahnya. ‘Mungkin akan turun hujan.’,Pikir ku dalam hati. “Neng, mau bakso?”,Tanya seseorang dari belakang tubuhku. Aku menoleh dan menjawabnya, “Boleh bang! Satu sama es degannya!”. Ku pikir aku akan sendiri disini, tapi ternyata masih ada abang tukang bakso yang mampir.
“Kenapa toh neng? Kok malam-malam begini sendirian aja?”,Tanya abang tukang bakso itu. “Lagi sedih bang! Aku baru tau kalau aku sebenarnya cuma anak angkat.”,Jawabku seraya melahap bakso. “Neng, neng! Terus apa salahnya kalau eneng nih anak angkat? Toh sekarang neng bahagia sama keluarga neng ini.”. “Iya sih bang! Tapi, apa aku nggak boleh tahu siapa ibu yang telah melahirkanku?”. “Ya boleh sih neng. Tapi, bukan gini caranya neng. Pergi tanpa izin itu nggak akan nyelesaiin masalah. Sekarang eneng pulang dulu dan ngobrol baik-baik dengan keluarga eneng!”. Banyak sekali pelajaran yang ku dapat dari abang tukang bakso itu. Meskipun aku tidak mengenalnya, cukup dengan kata-katanya telah membuatku sadar.
“Kak Rico!”,Panggil ku ke arah kak Rico yang sibuk telpon. “Ya, ampun dek! Kamu abis kemana? Kakak nyariin kamu!”,Kata kak Rico seraya menghampiriku. “Maafin Rika kak. Aku pergi tanpa izin.”,Jawabku seraya jalan menuju dapur untuk mengambil segelas air putih. “Iya, nggak pa-pa kok.”,Katanya. “Kak, aku boleh nanya nggak?”,Tanya ku kepada kak Rico yang sedang duduk di meja makan. “Boleh! Nanya aja.”,Jawab kak Rico dengan singkat. Aku bertanya banyak soal aku ini anak siapa. Kak Rico menceritakan semuanya kepada ku. Dan sekarang aku mengerti. Sewaktu aku masih bayi, aku di temukan oleh keluarga ini di depan rumahnya. Kak Rico, kak Risya, dan Papa yang lagi santai-santainya mendengar suara tangisan bayi dari luar rumah. Dan ternyata ada bayi dengan selimut dan surat yang tertulis. Bayi itu adalah aku. Kini aku tahu, kalau aku hanya anak angkat yang di temukan di depan pintu rumah. Kak Rico sempat berpesan padaku. “Sebaiknya, adek nggak nyari tahu tentang keluarga adek sebenarnya. Karena sudah ada kak Rico, kak Risya, dan Papa disini yang sayang sama adek!”,Katanya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bersama Mereka

 Mungkin tidak banyak yang tau, kalau aku sekarang mendapatkan amanah menjadi guru disalah satu madrasah ibtidaiyah di kota ini. Dengan lulusan aku yang pendidikan matematika, awalnya aku hanya mengajar pelajaran matematika dibeberapa kelas saja. Tapi tahun kedua, aku diberikan kesempatan untuk menjadi wali kelas. Dan cerita ini dimulai, senang rasanya bisa hadir di tengah-tengah mereka yang  on the way  remaja. Dari perubahan fisik sampai ke kepribadiannya.  Setiap hari ada banyak hal yang kita lalui bersama, bukan hanya mereka yang belajar tapi akupun ikut belajar dari mereka. Karena terkenalnya kelas ini paling super segalanya, dari bermacam-macam karakternya sampai kenakalannya. Tapi itu tidak membuatku menyerah bersama mereka. Membuat suasana kelas seperti apa yang mereka inginkan adalah salah satu tugas utama bagiku. Salah satunya mengelompokkan mereka menjadi beberapa grup lalu belajar dengan bermain.  Tidak hanya pembelajaran di kelas yang kami lalui bersama, tapi kegiatan-kegi

Kosong

Hai! Mungkin ini bukan pertama kali aku merasa berbeda. Em, sorry bukan berbeda boleh dibilang spesial. Pernikahanku berjalan tujuh bulan dan alhamdulillah aku positif hamil. Kami tidak menyangkah karena honestly kami bertemu hanya beberapa kali selama pernikahan. Jarak ribuan kilometer yang memisahkan kami, membuat kami jarang bertemu. Dengan adanya sesuatu diperut ini sedikit banyak mengubah dunia kami. Dari cara berpikir, sampai cara bersyukur.  Satu bulan kehamilan ini aku memutuskan untuk pergi ke rumah sakit swasta. Memastikan, dan memeriksa keadaannya. Entah apa yang aku dengar ini membuatku bimbang tentang keberadaannya. "Masih belum terlihat karena rahim retrofleksi". Aku sempat diberikan obat penguat kandungan dan beberapa vitamin. Dokter menyarankan untuk kembali setelah minggu ke sepuluh. Sepulang dari sana, aku mencari tau apa yang dikata dokter tadi. Kata yang ku ingat hanya retrofleksi. Okay. Aku mengabari suami yang saat itu sedang bekerja, dia sempat kaget da

18 Februari 2023

Hari itu tepat 18 Februari 2023 jam 09.00 wib, dia mengucapkan janji bahwa dia akan menerima kelebihan dan kekuranganku, menjaga dan membimbingku, mengasihi dan menyayangiku sepanjang waktu kami mengarungi kehidupan ini. Terima kasih telah menjadi akhir yang membahagiakan dalam senyum ini. Air mata yang jatuh itu akan aku balas dengan seluruh kasih sayang yang aku miliki. Sungguh.