Cerita ini tentang dua orang yang saling mencintai dan sudah menjalin hubungan kurang lebih empat tahun. Empat tahun bukan waktu yang sebentar bukan? Bukan waktu yang sebentar untuk memutuskan berpisah ditahun terakhir. Sedih aku rasa, karena sudah terbiasa dengan orang yang sama, terbiasa dengan kebiasaan yang sama. Menjalin komunikasi selama itu akan membuat luka yang dalam karena takkan lagi bisa berbagi keluh kesah dengan orang yang sama. Menjadi orang yang berbeda disaat hari ini tiba, linglung, putus asa, kecewa, menjadi satu rasanya. Bukan lagi tentang berbagi rasa bahagia, tapi ini tentang rasa kecewa. Aku akan ceritakan ini tidak akan sedetail cerita aslinya dan atau sedikit aku ubah beberapa jalan ceritanya untuk menjaga privasi yang mengalaminya, karena ini bukan ceritaku.
Awalnya hubungan ini baik-baik saja, tak pernah ada masalah yang tidak bisa kita selesaikan bersama. Suatu hari, Ia yang menjadi satu-satunya orang yang sangat aku percaya datang padaku dan memberitahuku tentang pekerjaannya. Dia keluar dari kerjaannya untuk meneruskan usaha kecil keluarganya. Oh iya, sejak awal aku mengenalnya, Ia adalah seorang pegawai Bank Swasta di Kota kita tinggal. Saat itu dia datang mengabariku, kalau dia akan meneruskan usaha keluarganya dan meninggalkan pekerjaan sebelumnya. Aku kecewa mendengarnya, karena kita sudah merencanakan masa depan bersama. Bukan karena aku egois, tetapi aku merasa dia berhenti berjuang sebelum rencana kita tercapai.
Sejak saat itu, dia terus meyakinkan aku, bahwa pekerjaannya yang sekarang cukup untuk memenuhi kebutuhan kita di masa depan nanti. Dia meyakinkan aku untuk tetap bersamanya hingga waktunya tiba, kita akan menikah. Minggu berganti minggu, semakin banyak orang disekitar aku yang memberiku nasihat akan keraguan yang aku alami. Sore itu, penyesalan yang sampai kini aku rasakan terjadi. Aku dekat dengan orang lain disaat aku dan dia renggang karena masalah ini. Dan orang lain ini tidak bukan adalah teman main di game online yang aku gemari (sebut saja R). Saat itu aku tidak berpikir panjang, karena R dan aku tinggal berbeda kota. R tinggal sanggat jauh dari kota tempat aku tinggal. Tetapi aku salah, semakin aku dekat dengan R di sosial media, semakin R berusaha untuk bisa menemuiku. Dan hari itu tiba, R mendatangiku dan kita menghabiskan waktu bersama tanpa sepengetahuan dia (pacarku).
Hubungan aku dengan R semakin dekat dan tanpa keraguan karena pekerjaannya sebagai Pegawai Negri Sipil. R adalah orang yang aku cari selama ini, dia orang yang tepat untuk menata masa depan bersamaku, pikirku. Aku melupakan orang yang sudah menjalin kasih denganku selama empat tahun terakhir, untuk R yang membuatku yakin bahagia kedepannya. Keputusan ini semakin bulat dengan adanya kenyataan bahwa aku hamil. Iya aku hamil! Aku hamil dengan orang yang aku yakini akan membuat aku bahagia saat itu. Ini anak R, dan aku harus jujur ke dia dan memutuskan untuk meninggalkannya (pacarku).
Siang itu tepatnya ditempat pertama kita bertemu, aku meminta maaf padanya, memeluknya erat, sangat erat. Aku meneteskan air mata, dan aku tau dia pasti bingung kenapa aku menangis saat itu. Dengan terbata-bata aku menceritakan semua yang aku lakukan padanya. Aku menodai kepercayaannya padaku, aku jalan dengan orang lain selain dirinya, bahkan aku sudah memberikan tubuhku ke orang lain sampai aku hamil tanpa ikatan pernikahan. Tangisku sudah tak berarti apa-apa, penyesalanku sudah tak ada artinya. Aku merasakan patah hatinya, aku merasakan kekecewaan yang sangat dalam pada dirinya. Dia orang baik, dan layak mendapatkan yang terbaik. Aku minta maaf, aku tau ini berat untuk kita tapi aku yakin dia orang yang kuat.
Harapan aku kini bertumpuh pada R, dia akan segera menikahiku sebelum perut ini semakin membesar, dan kita hidup bahagia. Sesimple itu? Tentu tidak, akan ada banyak orang yang judge aku disepanjang hari. Entah dari tetangga, orang sekitar, teman-teman, bahkan saudara. Tapi apa boleh buat, hujan tak lagi gerimis, tubuh ini sudah basah kuyup. Aku cuma bisa menghadapinya dengan penuh harapan. Bukan hanya harapan untuk bahagia kelak, tapi juga harapan untuk dia bisa melupakan aku dan mendapatkan orang yang jauh lebih baik dari aku.
Dari cerita ini, aku harap ada pelajaran yang bisa kita ambil untuk kedepannya. Mempertahankan sesuatu yang kita punya sejak lama memang lebih sulit daripada membangun dari awal. Hubungan yang tidak layak dipertahankan sebaiknya diakhiri dulu daripada menyesal dikemudian hari. Tidak akan ada alasan yang dibenarkan dari perselingkuhan, apapun itu. Bukan begitu? Btw, cerita ini aku share dengan persetujuan salah satu pihak yang bersangkutan. Dan aku juga mau mengucapkan terima kasih ke orang yang bersangkutan karena telah berbagi cerita ini, bagiku ini pelajaran yang berarti untuk kita semua pastinya.
Comments
Post a Comment