“Hari ini cerah banget!”,Kataku ketika membuka jendela kamar dan lekas bangun. Namaku Biola Venenzia. Orang tuaku memberikan nama itu karena mereka ingin aku menjadi pemain biola terkenal. Bukan hanya kedua orang tuaku, tapi aku juga mengingikan itu. “Ola!! Ayo turun, makan dulu!”,Teriak Mama menyuruhku bergegas turun. “Ops! Aku belum mandi. Hehe”,Kataku yang segera masuk ke kamar mandi. “Bentar, Ma!”,Jawabku di kamar mandi.
Setelah sarapan pun selesai, aku segera berangkat sekolah. Ya, seperti biasa aku harus nunggu bus di halte seberang komplek rumahku. Setelah sekitar lima menit aku menunggu, “Akhirnya, bus itu datang juga!”,Kataku ketika melihat bus lewat di depanku dan seakan menarikku untuk memasukinya. Hehe.
“Perempatan.. Perempatan..”,Kata seseorang di belakangku. “Pak, aku turun sini! Nih uangnya.”,Ujarku seraya memberikan uang kepada orang itu. Setelah turun bus, aku harus kepangkalan ojek untuk bisa sampai sekolahku tercinta. Hehe. “Bang, ojeknya dong!”,Kataku seraya mengangkat dagu. Dan apa yang ku lihat, di antara abang-abang ojek itu ada satu yang cakep banget. Riki harun saja kalah. Lebai dikit. Hehe. ‘Gila, cakep banget nih abang ojek!’,Kataku dalam hati. Sampai terpananya aku tidak menyadari kalau dia sudah ada di depanku. “Mau kemana?”,Tanyanya yang membuatku tak bisa bergerak. “Em.. em.. Ke sekolah.”,Jawabku tersendat-sendat. ‘Aduh, mati gaya cing!’,Kataku dalam hati seraya naik ke sepeda motornya dan dia mulai menjalankan sepedanya. “Kamu ojek baru ya?”,Tanyaku sekedar basa-basi. “Oh, iya! Bapakku lagi sakit dan harus aku yang menggantikannya.”,Jawabnya dengan nada pelan. “Oo.. Nama kamu siapa?”,Tanya ku yang mulai sok kenal. “Ehm, namaku Devin. Disini sekolah kamu?”. “Oh, iya. Berhenti disini aja. makasih ya. Namaku Ola. Nih uangnya!”,Kataku seraya masuk ke sekolah.
Sesampainya di kelas, seperti biasanya kelas selalu ramai dan tidak akan pernah sepi. “Hei, lagi ngapain sih? Serius amat!”,Sapaku ke arah Valen seraya duduk di sebelahnya. “Lagi sibuk ngurusin mading sekolah nih! Bantuin kenapa. Hehe.”,Katanya seraya membereskan peralatan tulisnya. Ya.. ya.. Valen memang anggota mading sekolah jadi tidak kaget kalau dia selalu terlihat sibuk. “Len, tau nggak?”. “Nggak tau!”,Sela si Valen. “Iya, dengerin dulu! Aku tadi di bonceng sama cowok cakep.”,Kataku seraya membayangkan wajah Devin. “Abang ojek kamu bilang cakep? Wah, parah kamu, La! Turun banget selera kamu!”,Valen menanggapi. “Maksud loe? Rese banget sih! Abang ojek yang satu ini beda, Len. Dia itu cakep banget. Dia gantiin bapaknya jadi abang ojek. Gitu!”,Jelasku panjang lebar. “Sama aja kali! Cakepan mana sama Tito?”,Tanyanya yang membuatku mati gaya. Tito itu cowoknya Valen. Mereka kenal di keanggotaan mading sekolah. “Ya, cakepan dia lah. Jauh kali!”,Jawabku sedikit menyindir. “Kalau sama Zen?”. “Ya, cakepan Zen lah. Secara dia cover boy di majalah sekolah gitu. Gila kamu, Len. Masa di bandingin sama Zen sih!”. Hehe.
Sekolah berakhir dan seperti biasa, aku pulang bersama Valen. “Len, lewat pangkalan ojek ujung sana yuk!”,Ajakku seraya menarik tang Valen. “Mau lihat abang ojek itu?”,Tanya Valen seraya tersenyum ke arah Tito yang sedang berjalan menuju perpustakaan. “Iya, Len! Kamu juga pasti kagum deh kalau udah lihat dia. kesana yuk!”,Desak ku sedikit membujuknya. “Oke, oke!”,Jawab Valen yang membuatku sangat senang. “Len, itu orangnya!”,Kataku sambil menujuk ke arah Devin. “Dia yang pakai jaket itu? Ya, lumayan lah. Tapi, masih cakepan Tito tuh!”,Jawab Valen sambil memanggil salah satu tukang ojek itu. “Yee, itu sih mau mu!”.
Setelah sampai rumah tercinta, aku langsung pergi ke kamar. Dan bergegas pergi lagi setelah ganti baju. “Mau kemana anak Mama?”,Tanya Mama yang ternyata di belakangku. “Mau belajar bareng Valen, Ma!”,Jawabku seraya menghampiri Mama yang sedang membawa kue. “Oo.. Bawa kuenya ya. Kasih ke Mamanya Valen.”,Kata Mama sambil memberikan kue di kotak itu ke arahku. “Oke, Ma!”.
“Valen, Valen!”,Panggilku didepan rumah Valen. ‘Kok sepi ya?’,Tanyaku dalam hati. “Ehm.. Rumah itu udah kosong. Orangnya pindah.”,Kata seseorang dari belakang tubuhku. Dan tenyata itu, “Devin!”. “Eh, kamu lagi! Ola kan?”,Jawabnya seraya tersenyum manis ke arahku. “Iya! Kamu kok ada disini?”,Tanyaku yang masih bingung melihat Devin di depanku. “Rumahku dekat sini. Mau mampir?”,Jawabnya. “Nggak usah deh! Makasih ya. Anterin aku aja mau nggak?”,Kataku yang berharap Devin mau mengantarkan aku pulang ke rumah. “Boleh deh!”,Jawabnya seraya mempersilahkan aku duduk di sepeda motornya. Di tengah-tengah perjalanan, aku memberanikan diri untuk mengajaknya mengobrol. “Em.. Kamu masih sekolah kan?”,Tanyaku memulai pembicaraan. “Iya, aku sekolah!”,Jawabnya dengan lembut. “Kelas berapa?”,Tanyaku sok pengen tahu. “Aku kelas sebelas.”,Jawabnya singkat, padat, dan jelas. Hehe. “Oo.. Kalau aku kelas sepuluh. Kakak kelas dong ya? Kamu nggak sekolah?”. “Sementara aku gantiin bapak karena bapak aku sedang sakit. Udah sampai nih!”,Katanya seraya menghentikan sepeda motornya. “By the way, makasih ya.”,Kataku seraya masuk ke dalam rumah.
“Mama!”,Panggilku. “Apa sayang?”,Tanya Mama menanggapinya. “Ma, tadi aku ke rumah Valen. Tapi, rumahnya sepi. Ya, udah aku balik aja!”,Kataku panjang lebar. “Oh, iya! Mama lupa bilang. Tadi Mamanya Valen bilang, kalau mereka pindah rumah, La.”,Jawab Mama. ‘Mati gaya cing!’. “Mama? Jadi, Mama lupa kasih tahu aku?”,Kataku dengan nada sedikit tinggi. “Maaf ya sayang.”,Jawab Mama seraya memasukkan kuenya ke dalam lemari. “Yah.. Mama, capek deh!”.
Kriiing.. Kriiing.. Bunyi telpon rumah berdering. “Halo!”,Kataku dalam telpon. “Halo, ini Ola?”. “Iya!”. “La, kamu tak tungguin kok nggak datang-datang sih?”,Tanya seseorang dalam telpon yang suaranya tak asing lagi buatku. Itu suara Valen. “Maaf, Len! Tadinya aku udah kesana. Tapi, ke rumah lama kamu. Mamaku lupa kasih tahu aku kalau kamu pindah. Kamu juga sih, nggak kasih tahu aku!”,Jawabku panjang lebar tanpa berhenti. “Ya, maap La! Kan pindah ya dadakan.”,Kata si Valen dengan nada merendah. “Oke, oke!”. “By the way, La ada gosip baru!”. “Apaan?”. “Katanya sih, tadi pas kita pulang sekolah, Zen ngenalin ceweknya di tengah-tengah lapangan.”. “What?? Zen punya cewek? beruntung banget ceweknya. Sumpah, aku jadi penasaran sama cewek itu.”. “Aku juga kok! Besok cari info-info ah! Hehe.”. “Ngikut.”. “Oke, oke!”.
Sekolah terlihat sepi. “Ni pada kemana sih? Aku datangnya kepagian ya?”,Kata ku menulusuri koridor sekolah. Ku lihat Pak Boni sudah ada. Pak Boni adalah penjaga sekolah ini. Aku mendekatinya dan bertanya, “Pak, ni hari kok sepi sekolah?”. “Loh, neng Ola. Kok disini? Nggak ikut sama temen-temennya.”. “Emang keman pak?”. “Loh gimana sih. kan hari ini ada study tour.”. “Astaga! Aku lupa pak! Udah lama berangkatnya pak?”,Kataku yang memang bener-bener lupa. “Baru lima menit yang lalu busnya berangkat.”. “Ya, udah. Makasih pak!”,Jawabku seraya langsung pergi meninggalkan sekolah.
“OJEK!”,Teriakku dengan sekencang-kencangnya. “Aduh, hpku mana ni! Rese ketinggalan.”,Kataku gegabah karena takut. “Vin, anterin aku ke rumah ya!”,Kataku seraya menepuk pundaknya Devin. “Oke,oke!”,Jawab Devin yang ikutan gegabah. “Cepetan, Vin!”. “Iya,iya! Nih juga udah mau sampe.”. “Thanks ya, Vin! Aku bayar entar. Tunggu sini dulu!”,Kataku yang dengan cepet berlari masuk rumah. “Aneh!”,Kata Devin yang masih sempat ku dengar.
“Ayo, Vin! Anterin aku ke sini!”,Kataku seraya menunjukan kertas yang tertulis alamat study tournya. “La, nggak salah kamu mau kesini?”,Tanya Devin yang terlihat heran. “Ya, nggak salahlah. Cepetan! Aku ketinggalan temen-temenku ni!”,Jawabku seraya menepuk-nepuk bahu Devin. “La, kamu tahu itu tempat apa?”,Tanya Devin di tengah perjalanan. “Tau! Itu meseum peninggalan belanda.”,Jawabku yang sedikit dengan nada teriak. “Emang kenapa?”,Lanjutku. “Nggak pa-pa sih. Cuma dulu aku pernah kesana perpisahan kelas. Dan sampai sekarang ada temenku yang belum balik dari situ. Yang katanya sih, dia di culik hantu belanda.”,Jelas Devin panjang lebar. “Alah, cerita lalu. Kakak kelasku malah ada yang di temuin mati dengan mengenaskan disana.”,Kataku dengan nada bercanda. “He.. he..!”. “Lucu ya kamu!”,Kata Devin dengan tersenyum. “He.. he.. makasih!”,Jawabku dengan lagak sok kePDan. ha.. ha..
“Udah sampai!”,Terdengar suara yang membangunkanku. “Oh, udah sampe ya. Aduh maaf ya aku tidur d punggung kamu.”,Kataku kepada Devin. “Nggak pa-pa kok!”,Jawabnya santai. Setelah aku tahu, kalau aku sudah sampai di museumnya, aku turun dari sepeda motor. Ku lihat bus sekolah sudah ada disana. “Ola!”,Teriak Valen memanggilku. “Ya!”,Jawabku yang segera mendekati Valen. Ku lambaikan tangan kananku ke arah Devin. “Len, kamu kok ninggalin aku sih?”,Tanyaku seraya jalan memasuki museumnya. “Ya, sorry La! Abis kamu lama!”. “Aku lupa kalau ada study tour hari ini!”. “Jiah! Gludak!”,Jawab Valen dengan gaya lebaynya. “Len, ngomong-ngomong kamu udah tau ceweknya Zen belum?”,Tanyaku penasaran sambil melihat-lihat di dalam museum itu. “Belumlah. Aku belum cari info.”,Jawab Valen yang membiatku berpikir. ‘Kira-kira siapa ya, cewek yang beruntung jadi pacarnya Zen?’,Tanyaku dalam hati.
Sehari penuh aku dan teman-temanku pergi study tour. Capek rasanya badanku. Em. Tapi, ada enaknya di museum tadi aku bertemu dengan teman lamaku dulu. “Zia! Kamu ngapain disini?”,Sapa seseorang yang ternyata itu Kian teman kecilku sebelum aku pindah rumah. Ehm. Zia? Itu nama kecilku dulu. “Eh, Kian! Aku study tour disini. Waduh, tambah imut aja nih!”,Kataku menjawab sapaan Kian. “He.. he.. bisa aja nih kamu. Oh, iya kenalin ini temen aku! namanya Vino. Vin, nih kenalin ini Zia!”,Cerocos Kian seraya memperkenalkan temannya kepadaku. ‘Ehm,ehm. Vino? Cakep juga. Eits, tapi gimana sama Devin. Waduh, Ola ngaco!’,Kataku dalam hati.
“La, kacau!”,Kata Valen dalam telpon. “Apanya yang kacau!”,Jawabku yang di gegabah dengan sikap Valen yang terlalu dramatis. “Gaswat! Gaswat!”,Kata Valen yang lebai. “Gaswat, La! Ternyata! Ceweknya Zen itu Megi! Dia sekelas sama kita. gila si Megi yang dulu kita pernah kerjain. Ingat nggak kamu?”,Lanjut Valen yang membuat ku berpikir tujuh keliling.
“Ola, Valen! Keluarin aku dari sini dong. Aku salah apa sih sama kalian?. Kalian kok teg banget ngunciin aku di sini.”,Teriak Megi dalam toilet sekolah. “Ha.. ha.. rasain kamu! Makanya, jadi anak jangan bawel-bawel!”,Kata Valen dengan kedua tangannya di pinggang. “Sok teu kamu! Syukur-syukur masih kita berdua kunciin di toilet kalau kita kunciin di gudang gimana! Ha.. ha..”,Aku melanjutkan dengan ocean seraya tertawa lebar.
“Halo! Masih ada orang nggak sih?”,Kata Valen membubarkan lamunanku. “Astaga! Jadi si Megi, anak kaca mataan yang sok teu itu?”,Tanyaku memperjelas. “Yaps! Kaget kan kamu. Aku juga kaget. Masa sih, Zen bintang sekolah coverboy pacaran si Megi bawel! Aku kaget plus sebel nih! Cantik, juga cantikan aku. Manis, apa manisnya sih Megi. Cuma jual kepinteran sih. secara aku bego gitu.”,Cerocos Valen dalam telpon yang membuatku ingin muntah rasanya. “Hello! Ola disini! Bisa diem nggak sih! kalau gini caranya bukan Megi yang bawel tapi kamu! Valenia Putri!”,Kataku yang bermaksud sedikit menyindirnya. “Eits! Stop! Jangan nyebut-nyebut nama panjang aku! Kena karma loh! Ha.. ha..”,Jawab Valen yang mulai ngaco. “Len, aku mau tidur nih! Cape banget abis ke meseum tadi! Besok di sekolah aja kita lanjutin! Ok!”,Kataku yang tak berpikir panjang langsung menutup telponnya.
Pagi yang cerah, tapi tidak secerah hatiku. Aku masih bingung dangan persoalan kemaren. ‘Apa bener ya Megi ceweknya Zen?’,Tanyaku dalam hati. “Em. Mungkin aja sih. Megi kan pinter, kemaren aja dia meraih juara olimpiade matematika se asia. Gila nggak tuh! Aku aja paling lemot kalau soal menghitung. Tapi kan aku cantik, meskipun kata Mama sih.”,Omelku di yang masih berbaring di tempat tidur. “Ola!! Ayo sarapan!”,Teriak Mama dari lantai bawah. Ops! “Iya, Ma! Bentar.”,Jawabku seraya pergi ke kamar mandi. “Cepetan! Entar telat!”,Kata Mama yang ku lihat sibuk di meja makan. “Iya, iya, Ma!”,Jawabku seraya masuk ke kamar mandi.
Setelah aku keluar kamar mandi, ku lihat di meja makan sudah banyak orang. ‘Em. Siapa ya?’,Tanyaku dalam hati seraya mengerutkan dahi. “Pagi, Ma!”,Kataku seraya mencium pipi Mama. “Pagi semuanya!”,Sapaku seraya duduk di depan meja makan. “Ola, ini kakak kamu!”,Kata Mama meperkenalkan seseorang di samping Mama. Aku hanya mengerutkan dahi. Aku mencoba untuk berpikir. ‘Kakak? Setahuku, aku cuma punya adik yang dititipin di budhe karena adik aku nggak mau tinggal di kota. Aku nggak punya kakak.’,Kataku dalam hati. “Ola! Ini Fabian, kakak kamu.”,Kata Mama yang beralih melihat cowok di sampingnya. “Setahu Ola, Ola nggak punya kakak.”,Kataku seraya melihat Mama. “Kakak kamu sudah sekolah di Amrik sejak kamu masih di perut Mama. Kakak mu ikut sama Oma dan Opa, Ola!”,Jelas Mama yang semakin membuatku bingung. Karena aku bingung setengah mampus, daripada aku kelihatan bloon, aku langsung saja pergi meninggalkan meja makan dan lari keluar rumah. “Ola!”,Panggil seseorang dari belakang tubuhku. Aku membalikkan badan dan mencoba melihat seseorang itu. “Aku kakak mu, dek! Boleh aku mengantarkan mu ke sekolah?”,Tanya seseorang yang sama sekali tak ku kenal. “Boleh!”,Jawabku polos.
“Kak!”,Sapa ku kepada orang di sampingku. “Iya?”,Jawabnya seraya tersenyum ke arahku. “Kakak sebelumnya tahu punya adik aku?”,Tanyaku sambil merapikan kra bajuku. “Pertamanya kak Bian nggak tahu. Waktu Mama mengandung kamu kak Bian sudah di rumah Opa dan Oma. Baru setelah kak Bian balik kesini, kakak tahu kakau kakak punya adik. Dua malah.”,Jawab kak Bian tanpa berenti. “Kak Bian juga tahu Okto?”,Tanya ku dengan heran. ‘Okto kan di rumah Budhe. Gimana kak Bian tahu. Mama paling ya yang kasih tahu.’,Kata ku dalam hati. “Kakak sudah ke rumah Budhe buat ngeliat Okto. Kakak bangga punya adik kayak kalian. Maafin kakak, kalau kak Bian selama ini nggak ada disamping kalian.”,Kata kak Bian yang sedikit membuatku terharu. “Nggak pa-pa kali kak. Ola cukup seneng kok, bisa kenal sama kakak Ola sendiri yang dari dulu Ola nggak tahu.”,Kataku mulai menundukkan kepala. “Sudahlah. Nih sekolah kamu kan? Ayo turun entar telat!”,Sahut kak Bian. “Iya kak!”,Jawabku seraya turun dari mobil.
“Cie Ola! Siapa lagi tuh cowok?”,Kata Valen dari bekalangku. “Kakakku tahu!”. “Kakak? What? Ola jangan mimpi dong. Kamu punya kakak?”. “Siapa yang mimpi, dia emang kakakku kok. Kak Bian. Panjang deh ceritanya. Kamu nggak perlu tahu tembem.”,Kataku seraya mencubit pipi Valen. “Rese lu!”.
“Ola!”,Panggil seseorang dari arah gerbang sekolah. “Eh, Devin. Kenapa Vin?”,Jawabku setelah melihat Devin di depan gerbang sekolah. “Tumben kamu nggak naik ojek?”,Tanya Devin ke arahku dan Valen yang masih di sampingku. “Iya nih, tadi..”. “Tadi Ola di anter sama cowoknya yang cakep itu loh!”,Celetuh Valen dengan gaya noraknya. “Bukan kok Vin. Aku tadi dia anter kakakku.”.Kataku seraya mencubit tangan Valen dan sengaja menginjak kakinya. “Ooo. Ya udah deh! entar aku jemput ya?”,Tanya Devin dengan senyumnya yang mempesona. “Boleh deh!”,Jawabku seraya membalas senyumnya. “Bye!”
“Len, aku mau cerita nih!”,Kataku berbisik ke arah Valen. “Cerita aja!”,Jawab Valen dengan wajah berseri-serinya. “Jadi gitu, Len!”,Kataku setelah menceritakan kejadian tadi pagi. “Sumpah ya, La! Cerita mu itu bisa di buat film. Haha”,Jawab Valen seraya tertawa meledek. “Aku nggak bercanda dodol!”. “Siapa juga yang bilang kamu bercanda!”. “Huu!”.
Ku pikir dengan kedatangan kak Bian, Mama tidak memperhatikan ku lagi. Tapi ternyata salah. Mama menyayangiku sekaligus kak Bian. Bukan Cuma ini yang membuatku senang, tapi Okto sekarang tinggal bersama kami. Aku, kak Bian, Okto, dan Mama saling menyayangi. Ini memang bukan akhir dari cerita ku. kabar terakhir yang ku dengar, Megi dan Zen makin mesra. Mungkin mereka memang jodoh. Haha. Masih ingat Kian. Teman kecilku. Dengar gosip tentang dia. Sekarang katanya dia pacaran dengan Vino. Kebahagian yang tak habis-habisnya buat mereka. Kata selamat saja yang dapat ku ucapkan. Dan satu lagi, ini mungkin akan membuat kalian-kalian yang membacanya makin bingung. Valen sahabatku, dia membuka lembaran baru cintanya dengan Devin. Aku yang jadi mak comblang di antara mereka. Dan akhirnya berhasil. Ini memang membuatku sedikit sedih. Karena aku sempat suka dengan Devin. Ops!. Ya, sudahlah. Ku tutup buku dairyku dan mulai berkhayal di dunia mimpi.
Setelah sarapan pun selesai, aku segera berangkat sekolah. Ya, seperti biasa aku harus nunggu bus di halte seberang komplek rumahku. Setelah sekitar lima menit aku menunggu, “Akhirnya, bus itu datang juga!”,Kataku ketika melihat bus lewat di depanku dan seakan menarikku untuk memasukinya. Hehe.
“Perempatan.. Perempatan..”,Kata seseorang di belakangku. “Pak, aku turun sini! Nih uangnya.”,Ujarku seraya memberikan uang kepada orang itu. Setelah turun bus, aku harus kepangkalan ojek untuk bisa sampai sekolahku tercinta. Hehe. “Bang, ojeknya dong!”,Kataku seraya mengangkat dagu. Dan apa yang ku lihat, di antara abang-abang ojek itu ada satu yang cakep banget. Riki harun saja kalah. Lebai dikit. Hehe. ‘Gila, cakep banget nih abang ojek!’,Kataku dalam hati. Sampai terpananya aku tidak menyadari kalau dia sudah ada di depanku. “Mau kemana?”,Tanyanya yang membuatku tak bisa bergerak. “Em.. em.. Ke sekolah.”,Jawabku tersendat-sendat. ‘Aduh, mati gaya cing!’,Kataku dalam hati seraya naik ke sepeda motornya dan dia mulai menjalankan sepedanya. “Kamu ojek baru ya?”,Tanyaku sekedar basa-basi. “Oh, iya! Bapakku lagi sakit dan harus aku yang menggantikannya.”,Jawabnya dengan nada pelan. “Oo.. Nama kamu siapa?”,Tanya ku yang mulai sok kenal. “Ehm, namaku Devin. Disini sekolah kamu?”. “Oh, iya. Berhenti disini aja. makasih ya. Namaku Ola. Nih uangnya!”,Kataku seraya masuk ke sekolah.
Sesampainya di kelas, seperti biasanya kelas selalu ramai dan tidak akan pernah sepi. “Hei, lagi ngapain sih? Serius amat!”,Sapaku ke arah Valen seraya duduk di sebelahnya. “Lagi sibuk ngurusin mading sekolah nih! Bantuin kenapa. Hehe.”,Katanya seraya membereskan peralatan tulisnya. Ya.. ya.. Valen memang anggota mading sekolah jadi tidak kaget kalau dia selalu terlihat sibuk. “Len, tau nggak?”. “Nggak tau!”,Sela si Valen. “Iya, dengerin dulu! Aku tadi di bonceng sama cowok cakep.”,Kataku seraya membayangkan wajah Devin. “Abang ojek kamu bilang cakep? Wah, parah kamu, La! Turun banget selera kamu!”,Valen menanggapi. “Maksud loe? Rese banget sih! Abang ojek yang satu ini beda, Len. Dia itu cakep banget. Dia gantiin bapaknya jadi abang ojek. Gitu!”,Jelasku panjang lebar. “Sama aja kali! Cakepan mana sama Tito?”,Tanyanya yang membuatku mati gaya. Tito itu cowoknya Valen. Mereka kenal di keanggotaan mading sekolah. “Ya, cakepan dia lah. Jauh kali!”,Jawabku sedikit menyindir. “Kalau sama Zen?”. “Ya, cakepan Zen lah. Secara dia cover boy di majalah sekolah gitu. Gila kamu, Len. Masa di bandingin sama Zen sih!”. Hehe.
Sekolah berakhir dan seperti biasa, aku pulang bersama Valen. “Len, lewat pangkalan ojek ujung sana yuk!”,Ajakku seraya menarik tang Valen. “Mau lihat abang ojek itu?”,Tanya Valen seraya tersenyum ke arah Tito yang sedang berjalan menuju perpustakaan. “Iya, Len! Kamu juga pasti kagum deh kalau udah lihat dia. kesana yuk!”,Desak ku sedikit membujuknya. “Oke, oke!”,Jawab Valen yang membuatku sangat senang. “Len, itu orangnya!”,Kataku sambil menujuk ke arah Devin. “Dia yang pakai jaket itu? Ya, lumayan lah. Tapi, masih cakepan Tito tuh!”,Jawab Valen sambil memanggil salah satu tukang ojek itu. “Yee, itu sih mau mu!”.
Setelah sampai rumah tercinta, aku langsung pergi ke kamar. Dan bergegas pergi lagi setelah ganti baju. “Mau kemana anak Mama?”,Tanya Mama yang ternyata di belakangku. “Mau belajar bareng Valen, Ma!”,Jawabku seraya menghampiri Mama yang sedang membawa kue. “Oo.. Bawa kuenya ya. Kasih ke Mamanya Valen.”,Kata Mama sambil memberikan kue di kotak itu ke arahku. “Oke, Ma!”.
“Valen, Valen!”,Panggilku didepan rumah Valen. ‘Kok sepi ya?’,Tanyaku dalam hati. “Ehm.. Rumah itu udah kosong. Orangnya pindah.”,Kata seseorang dari belakang tubuhku. Dan tenyata itu, “Devin!”. “Eh, kamu lagi! Ola kan?”,Jawabnya seraya tersenyum manis ke arahku. “Iya! Kamu kok ada disini?”,Tanyaku yang masih bingung melihat Devin di depanku. “Rumahku dekat sini. Mau mampir?”,Jawabnya. “Nggak usah deh! Makasih ya. Anterin aku aja mau nggak?”,Kataku yang berharap Devin mau mengantarkan aku pulang ke rumah. “Boleh deh!”,Jawabnya seraya mempersilahkan aku duduk di sepeda motornya. Di tengah-tengah perjalanan, aku memberanikan diri untuk mengajaknya mengobrol. “Em.. Kamu masih sekolah kan?”,Tanyaku memulai pembicaraan. “Iya, aku sekolah!”,Jawabnya dengan lembut. “Kelas berapa?”,Tanyaku sok pengen tahu. “Aku kelas sebelas.”,Jawabnya singkat, padat, dan jelas. Hehe. “Oo.. Kalau aku kelas sepuluh. Kakak kelas dong ya? Kamu nggak sekolah?”. “Sementara aku gantiin bapak karena bapak aku sedang sakit. Udah sampai nih!”,Katanya seraya menghentikan sepeda motornya. “By the way, makasih ya.”,Kataku seraya masuk ke dalam rumah.
“Mama!”,Panggilku. “Apa sayang?”,Tanya Mama menanggapinya. “Ma, tadi aku ke rumah Valen. Tapi, rumahnya sepi. Ya, udah aku balik aja!”,Kataku panjang lebar. “Oh, iya! Mama lupa bilang. Tadi Mamanya Valen bilang, kalau mereka pindah rumah, La.”,Jawab Mama. ‘Mati gaya cing!’. “Mama? Jadi, Mama lupa kasih tahu aku?”,Kataku dengan nada sedikit tinggi. “Maaf ya sayang.”,Jawab Mama seraya memasukkan kuenya ke dalam lemari. “Yah.. Mama, capek deh!”.
Kriiing.. Kriiing.. Bunyi telpon rumah berdering. “Halo!”,Kataku dalam telpon. “Halo, ini Ola?”. “Iya!”. “La, kamu tak tungguin kok nggak datang-datang sih?”,Tanya seseorang dalam telpon yang suaranya tak asing lagi buatku. Itu suara Valen. “Maaf, Len! Tadinya aku udah kesana. Tapi, ke rumah lama kamu. Mamaku lupa kasih tahu aku kalau kamu pindah. Kamu juga sih, nggak kasih tahu aku!”,Jawabku panjang lebar tanpa berhenti. “Ya, maap La! Kan pindah ya dadakan.”,Kata si Valen dengan nada merendah. “Oke, oke!”. “By the way, La ada gosip baru!”. “Apaan?”. “Katanya sih, tadi pas kita pulang sekolah, Zen ngenalin ceweknya di tengah-tengah lapangan.”. “What?? Zen punya cewek? beruntung banget ceweknya. Sumpah, aku jadi penasaran sama cewek itu.”. “Aku juga kok! Besok cari info-info ah! Hehe.”. “Ngikut.”. “Oke, oke!”.
Sekolah terlihat sepi. “Ni pada kemana sih? Aku datangnya kepagian ya?”,Kata ku menulusuri koridor sekolah. Ku lihat Pak Boni sudah ada. Pak Boni adalah penjaga sekolah ini. Aku mendekatinya dan bertanya, “Pak, ni hari kok sepi sekolah?”. “Loh, neng Ola. Kok disini? Nggak ikut sama temen-temennya.”. “Emang keman pak?”. “Loh gimana sih. kan hari ini ada study tour.”. “Astaga! Aku lupa pak! Udah lama berangkatnya pak?”,Kataku yang memang bener-bener lupa. “Baru lima menit yang lalu busnya berangkat.”. “Ya, udah. Makasih pak!”,Jawabku seraya langsung pergi meninggalkan sekolah.
“OJEK!”,Teriakku dengan sekencang-kencangnya. “Aduh, hpku mana ni! Rese ketinggalan.”,Kataku gegabah karena takut. “Vin, anterin aku ke rumah ya!”,Kataku seraya menepuk pundaknya Devin. “Oke,oke!”,Jawab Devin yang ikutan gegabah. “Cepetan, Vin!”. “Iya,iya! Nih juga udah mau sampe.”. “Thanks ya, Vin! Aku bayar entar. Tunggu sini dulu!”,Kataku yang dengan cepet berlari masuk rumah. “Aneh!”,Kata Devin yang masih sempat ku dengar.
“Ayo, Vin! Anterin aku ke sini!”,Kataku seraya menunjukan kertas yang tertulis alamat study tournya. “La, nggak salah kamu mau kesini?”,Tanya Devin yang terlihat heran. “Ya, nggak salahlah. Cepetan! Aku ketinggalan temen-temenku ni!”,Jawabku seraya menepuk-nepuk bahu Devin. “La, kamu tahu itu tempat apa?”,Tanya Devin di tengah perjalanan. “Tau! Itu meseum peninggalan belanda.”,Jawabku yang sedikit dengan nada teriak. “Emang kenapa?”,Lanjutku. “Nggak pa-pa sih. Cuma dulu aku pernah kesana perpisahan kelas. Dan sampai sekarang ada temenku yang belum balik dari situ. Yang katanya sih, dia di culik hantu belanda.”,Jelas Devin panjang lebar. “Alah, cerita lalu. Kakak kelasku malah ada yang di temuin mati dengan mengenaskan disana.”,Kataku dengan nada bercanda. “He.. he..!”. “Lucu ya kamu!”,Kata Devin dengan tersenyum. “He.. he.. makasih!”,Jawabku dengan lagak sok kePDan. ha.. ha..
“Udah sampai!”,Terdengar suara yang membangunkanku. “Oh, udah sampe ya. Aduh maaf ya aku tidur d punggung kamu.”,Kataku kepada Devin. “Nggak pa-pa kok!”,Jawabnya santai. Setelah aku tahu, kalau aku sudah sampai di museumnya, aku turun dari sepeda motor. Ku lihat bus sekolah sudah ada disana. “Ola!”,Teriak Valen memanggilku. “Ya!”,Jawabku yang segera mendekati Valen. Ku lambaikan tangan kananku ke arah Devin. “Len, kamu kok ninggalin aku sih?”,Tanyaku seraya jalan memasuki museumnya. “Ya, sorry La! Abis kamu lama!”. “Aku lupa kalau ada study tour hari ini!”. “Jiah! Gludak!”,Jawab Valen dengan gaya lebaynya. “Len, ngomong-ngomong kamu udah tau ceweknya Zen belum?”,Tanyaku penasaran sambil melihat-lihat di dalam museum itu. “Belumlah. Aku belum cari info.”,Jawab Valen yang membiatku berpikir. ‘Kira-kira siapa ya, cewek yang beruntung jadi pacarnya Zen?’,Tanyaku dalam hati.
Sehari penuh aku dan teman-temanku pergi study tour. Capek rasanya badanku. Em. Tapi, ada enaknya di museum tadi aku bertemu dengan teman lamaku dulu. “Zia! Kamu ngapain disini?”,Sapa seseorang yang ternyata itu Kian teman kecilku sebelum aku pindah rumah. Ehm. Zia? Itu nama kecilku dulu. “Eh, Kian! Aku study tour disini. Waduh, tambah imut aja nih!”,Kataku menjawab sapaan Kian. “He.. he.. bisa aja nih kamu. Oh, iya kenalin ini temen aku! namanya Vino. Vin, nih kenalin ini Zia!”,Cerocos Kian seraya memperkenalkan temannya kepadaku. ‘Ehm,ehm. Vino? Cakep juga. Eits, tapi gimana sama Devin. Waduh, Ola ngaco!’,Kataku dalam hati.
“La, kacau!”,Kata Valen dalam telpon. “Apanya yang kacau!”,Jawabku yang di gegabah dengan sikap Valen yang terlalu dramatis. “Gaswat! Gaswat!”,Kata Valen yang lebai. “Gaswat, La! Ternyata! Ceweknya Zen itu Megi! Dia sekelas sama kita. gila si Megi yang dulu kita pernah kerjain. Ingat nggak kamu?”,Lanjut Valen yang membuat ku berpikir tujuh keliling.
“Ola, Valen! Keluarin aku dari sini dong. Aku salah apa sih sama kalian?. Kalian kok teg banget ngunciin aku di sini.”,Teriak Megi dalam toilet sekolah. “Ha.. ha.. rasain kamu! Makanya, jadi anak jangan bawel-bawel!”,Kata Valen dengan kedua tangannya di pinggang. “Sok teu kamu! Syukur-syukur masih kita berdua kunciin di toilet kalau kita kunciin di gudang gimana! Ha.. ha..”,Aku melanjutkan dengan ocean seraya tertawa lebar.
“Halo! Masih ada orang nggak sih?”,Kata Valen membubarkan lamunanku. “Astaga! Jadi si Megi, anak kaca mataan yang sok teu itu?”,Tanyaku memperjelas. “Yaps! Kaget kan kamu. Aku juga kaget. Masa sih, Zen bintang sekolah coverboy pacaran si Megi bawel! Aku kaget plus sebel nih! Cantik, juga cantikan aku. Manis, apa manisnya sih Megi. Cuma jual kepinteran sih. secara aku bego gitu.”,Cerocos Valen dalam telpon yang membuatku ingin muntah rasanya. “Hello! Ola disini! Bisa diem nggak sih! kalau gini caranya bukan Megi yang bawel tapi kamu! Valenia Putri!”,Kataku yang bermaksud sedikit menyindirnya. “Eits! Stop! Jangan nyebut-nyebut nama panjang aku! Kena karma loh! Ha.. ha..”,Jawab Valen yang mulai ngaco. “Len, aku mau tidur nih! Cape banget abis ke meseum tadi! Besok di sekolah aja kita lanjutin! Ok!”,Kataku yang tak berpikir panjang langsung menutup telponnya.
Pagi yang cerah, tapi tidak secerah hatiku. Aku masih bingung dangan persoalan kemaren. ‘Apa bener ya Megi ceweknya Zen?’,Tanyaku dalam hati. “Em. Mungkin aja sih. Megi kan pinter, kemaren aja dia meraih juara olimpiade matematika se asia. Gila nggak tuh! Aku aja paling lemot kalau soal menghitung. Tapi kan aku cantik, meskipun kata Mama sih.”,Omelku di yang masih berbaring di tempat tidur. “Ola!! Ayo sarapan!”,Teriak Mama dari lantai bawah. Ops! “Iya, Ma! Bentar.”,Jawabku seraya pergi ke kamar mandi. “Cepetan! Entar telat!”,Kata Mama yang ku lihat sibuk di meja makan. “Iya, iya, Ma!”,Jawabku seraya masuk ke kamar mandi.
Setelah aku keluar kamar mandi, ku lihat di meja makan sudah banyak orang. ‘Em. Siapa ya?’,Tanyaku dalam hati seraya mengerutkan dahi. “Pagi, Ma!”,Kataku seraya mencium pipi Mama. “Pagi semuanya!”,Sapaku seraya duduk di depan meja makan. “Ola, ini kakak kamu!”,Kata Mama meperkenalkan seseorang di samping Mama. Aku hanya mengerutkan dahi. Aku mencoba untuk berpikir. ‘Kakak? Setahuku, aku cuma punya adik yang dititipin di budhe karena adik aku nggak mau tinggal di kota. Aku nggak punya kakak.’,Kataku dalam hati. “Ola! Ini Fabian, kakak kamu.”,Kata Mama yang beralih melihat cowok di sampingnya. “Setahu Ola, Ola nggak punya kakak.”,Kataku seraya melihat Mama. “Kakak kamu sudah sekolah di Amrik sejak kamu masih di perut Mama. Kakak mu ikut sama Oma dan Opa, Ola!”,Jelas Mama yang semakin membuatku bingung. Karena aku bingung setengah mampus, daripada aku kelihatan bloon, aku langsung saja pergi meninggalkan meja makan dan lari keluar rumah. “Ola!”,Panggil seseorang dari belakang tubuhku. Aku membalikkan badan dan mencoba melihat seseorang itu. “Aku kakak mu, dek! Boleh aku mengantarkan mu ke sekolah?”,Tanya seseorang yang sama sekali tak ku kenal. “Boleh!”,Jawabku polos.
“Kak!”,Sapa ku kepada orang di sampingku. “Iya?”,Jawabnya seraya tersenyum ke arahku. “Kakak sebelumnya tahu punya adik aku?”,Tanyaku sambil merapikan kra bajuku. “Pertamanya kak Bian nggak tahu. Waktu Mama mengandung kamu kak Bian sudah di rumah Opa dan Oma. Baru setelah kak Bian balik kesini, kakak tahu kakau kakak punya adik. Dua malah.”,Jawab kak Bian tanpa berenti. “Kak Bian juga tahu Okto?”,Tanya ku dengan heran. ‘Okto kan di rumah Budhe. Gimana kak Bian tahu. Mama paling ya yang kasih tahu.’,Kata ku dalam hati. “Kakak sudah ke rumah Budhe buat ngeliat Okto. Kakak bangga punya adik kayak kalian. Maafin kakak, kalau kak Bian selama ini nggak ada disamping kalian.”,Kata kak Bian yang sedikit membuatku terharu. “Nggak pa-pa kali kak. Ola cukup seneng kok, bisa kenal sama kakak Ola sendiri yang dari dulu Ola nggak tahu.”,Kataku mulai menundukkan kepala. “Sudahlah. Nih sekolah kamu kan? Ayo turun entar telat!”,Sahut kak Bian. “Iya kak!”,Jawabku seraya turun dari mobil.
“Cie Ola! Siapa lagi tuh cowok?”,Kata Valen dari bekalangku. “Kakakku tahu!”. “Kakak? What? Ola jangan mimpi dong. Kamu punya kakak?”. “Siapa yang mimpi, dia emang kakakku kok. Kak Bian. Panjang deh ceritanya. Kamu nggak perlu tahu tembem.”,Kataku seraya mencubit pipi Valen. “Rese lu!”.
“Ola!”,Panggil seseorang dari arah gerbang sekolah. “Eh, Devin. Kenapa Vin?”,Jawabku setelah melihat Devin di depan gerbang sekolah. “Tumben kamu nggak naik ojek?”,Tanya Devin ke arahku dan Valen yang masih di sampingku. “Iya nih, tadi..”. “Tadi Ola di anter sama cowoknya yang cakep itu loh!”,Celetuh Valen dengan gaya noraknya. “Bukan kok Vin. Aku tadi dia anter kakakku.”.Kataku seraya mencubit tangan Valen dan sengaja menginjak kakinya. “Ooo. Ya udah deh! entar aku jemput ya?”,Tanya Devin dengan senyumnya yang mempesona. “Boleh deh!”,Jawabku seraya membalas senyumnya. “Bye!”
“Len, aku mau cerita nih!”,Kataku berbisik ke arah Valen. “Cerita aja!”,Jawab Valen dengan wajah berseri-serinya. “Jadi gitu, Len!”,Kataku setelah menceritakan kejadian tadi pagi. “Sumpah ya, La! Cerita mu itu bisa di buat film. Haha”,Jawab Valen seraya tertawa meledek. “Aku nggak bercanda dodol!”. “Siapa juga yang bilang kamu bercanda!”. “Huu!”.
Ku pikir dengan kedatangan kak Bian, Mama tidak memperhatikan ku lagi. Tapi ternyata salah. Mama menyayangiku sekaligus kak Bian. Bukan Cuma ini yang membuatku senang, tapi Okto sekarang tinggal bersama kami. Aku, kak Bian, Okto, dan Mama saling menyayangi. Ini memang bukan akhir dari cerita ku. kabar terakhir yang ku dengar, Megi dan Zen makin mesra. Mungkin mereka memang jodoh. Haha. Masih ingat Kian. Teman kecilku. Dengar gosip tentang dia. Sekarang katanya dia pacaran dengan Vino. Kebahagian yang tak habis-habisnya buat mereka. Kata selamat saja yang dapat ku ucapkan. Dan satu lagi, ini mungkin akan membuat kalian-kalian yang membacanya makin bingung. Valen sahabatku, dia membuka lembaran baru cintanya dengan Devin. Aku yang jadi mak comblang di antara mereka. Dan akhirnya berhasil. Ini memang membuatku sedikit sedih. Karena aku sempat suka dengan Devin. Ops!. Ya, sudahlah. Ku tutup buku dairyku dan mulai berkhayal di dunia mimpi.
Comments
Post a Comment