Begitu bahagianya aku, ikut kemah yang biasanya aku tidak pernah mengikutinya. Contohnya waktu kemah kelas satu yang di adakan di puncak. Padahal aku ingin sekali mengikutinya karena Kak Ebi ikut. Aku memang suka kak Ebi dari pertama kali MOS(Masa Orientasi Siswa). Sempat dengar kabar kalau Kak Ebi ternyata sudah punya cewek. Namanya Jihan. Sebel banget dari situ. Setelah naik kelas dua, aku sebangku dengan cowok yang bernama Bian. “Hai, boleh nggak aku duduk di sini?”,Tanya Bian ke arah ku seraya menunjuk kursi sebelah ku yang masih kosong. Aku hanya menggangguk. “By the way, kenalin aku Bian! Nama kamu siapa?”,Katanya sambil menjulurkan tangannya kearah ku. “Nama ku Olie!”,Jawab ku singkat.
“Lie, ketua regu di suruh kumpul tuh! Buruan ke sana!”,Kata Gina membubarkan lamunan ku. “Iya, iya!”,Jawab ku seraya beranjak pergi meninggalkan tenda. “Anak-anak, sekarang kalian harus memberi tahu ke anggota kalian untuk tidur dan satu lagi, jika bapak melihat salah-satu anggota kalian keluar dari tenda tanpa ijin bapak. Satu regu akan mendapatkan hukuman. Mengerti?”,Jelas pak Budi sambil membubarkan kita semua. “Merngerti, Pak!”,Jawab kita serempak. Aku mulai meninggalkan tempat itu dan sekilas aku melihat Bian tersenyum pada ku. “Hai!”,Teriak ku ke arah Bian. Bian membalasnya dengan lambaian tangan.
Ketika aku sampai di dalam tenda ku lihat semua anak di tenda pada ribut membereskan tempat untuk tidur. “Hey, ada berita!”,Teriakku ke arah semua anggota regu ku. Sepi, di dalam tenda langsung hening. Tak ada suara. “Entar kalau di antara kalian mau keluar tenda harus ijin ke pak Budi! Oke!”,Kata ku singkat. Tak lama setelah ku berbicara, di dalam tenda mulai berisik lagi. “Lie, tadi kamu di luar ketemu Pigo nggak? Terus-terus dia pake baju apa? Oh, iya dia pake jacket nggak? By the way, disini kan dingin! Dia...”,Cerocos Gina yang ku sela. “Aku nggak ketemu Pigo. Aku juga nggak tau dia pake baju atau nggak! Terus masalah dia pake jacket atau nggak, itu juga bukan urusan ku! NGERTI!”,Jelas ku sambil teriak ke arah Gina. Yang sepertinya membuat ketenangan di dalam tenda. Sepi. “Sorry, just kidding!”,Kata ku seraya merebahkan tubuh ku. Dan memejamkan mata.
Dinginnya hawa pegunungan, membuat ku terbangun dari tidur lelap ku. “Gin, bangun dong! Temenin aku ke sungai yuk!”,Kata ku sambil menggoyang-goyangkan badan Gina. “Aduh Lie! Ini kan masih pagi banget! Masih dingin tau! Entar aja ya!”,Jawab Gina menolak ajakan ku. “Ayolah, Gin! Bangun!”,Ajak ku lagi. “Aduh! Iya-iya! Bentar!”,Jawab Gina sambil marah-marah. Setelah agak lama ku menunggu Gina membereskan barang-barang miliknya, dan akhirnya setelah Gina selesai membereskan semuanya. Dia ikut ke sungai bersama ku.
“Lie, liat deh!”,Kata Gina menunjuk ke arah sungai. “Ada Bian tuh!”,Lanjut Gina setelah ku melihat ke arah sungai. “BIAN!”,Teriak ku seraya lari menuju ke sungai. “Ahrrrrrrggggggggg!!!!”,Teriak ku tergelincir dari bebatuan. Terasa tubuh ku melayang setelahnya. Tanpa ku ketahui ternyata aku sudah berada di tangan Bian. Sejenak ku terpaku karena melihat mata berseri Bian. “Ehm, thanks ya!”,Ucap ku ke Bian sambil berdiri di sampingnya. “Nggak apa-apa kok! Kamu nggak kenapa-kenapa kan?”,Tanya Bian yang sepertinya mengawatirkan keadaan ku. “Woi... Ayo jalan! Malah liat-liatan!”,Sentak Gina dibelakang ku yang membuat ku kaget. “Iya-iya! Sabar!”,Jawab ku seraya turun ke sungai.
Ku lihat Bian tersenyum pada ku. “Bi, ngapain kamu?”,Tanya Gina ke arah Bian karena kebingungan melihat Bian. Helloooooowwww... Jadi aku di kacangin nih di sini!”,Teriak Gina yang membuat aku dan Bian terpana. “Eh, sorry-sorry!”,Kata ku gegabah. Bian hanya tertawa kecil. “Bi, Pigo mana?”,Tanya Gina ke Bian. “Oh, Pigo! Dia masih tidur tuh!”,Jawab Bian singkat. “Eh, Lie! Aku ke tenda Pigo dulu ya!”,Pamit Gina. “Ngapain sih? Disini aja!”,Jawab ku tak mengijinkannya. “Kan disini udah ada Bian! Kamu nggak akan sendirian kan! Aku tinggal ya! Bi, titip ya!” ,Kata Gina sambil berlari meninggalkan aku dan Bian. “Hey!”,Sapa Bian ke arah ku seraya tersenyum manis. “Hey!”,Jawab ku sambil membalas senyumnya. “Lie, gimana kemaren malem. Bisa tidur?”,Tanya Bian yang sepertinya peduli sekali pada ku. “Bisa kok! Kalau kamu gimana?”,Jawab ku seraya melihat keindahan alam sekitar. “Bisalah. Apalagi tidurnya mimpiin kamu!”,Kata Bian yang membuatku kaget sekali. “Ops!”,Lanjutnya. “Apa? Mimpiin aku? Beneran?”,Tanya ku bercanda. Ku pikir ucapan Bian yang tadi juga bercanda. Kita berdua bermain air bersama. Sungguh pagi yang sangat menyenangkan.
“Selamat pagi anak-anak! Hari ini tidak ada kegiatan. Jadi kalian boleh bebas hari ini. Dan jangan lupa sore nanti kita akan melakukan kegiatan di hutan. Sekarang kalian boleh bubar!”,Jelas Pak Budi panjang lebar. “Lie, kita kesana yuk!”,Kata Gina mengajakku mendekati segerombolan anak laki-laki. “Ngapain sih?”,Tanya ku yang bermaksud menolak ajakannya. “Ayo ikut aku! Bentar aja!”,Bujuk Gina juga memaksa ku. “Hey!”,Sapa Gina di depan semua anak laki-laki itu. “Hey, Gin!”,Terdengar ada yang menjawab sapaan Gina. Ya, aku tidak kaget. Itu pasti suara Pigo. “Eh, Pigo! Jalan yuk!”,Ajak Gina manja. Tak lama kemudian Pigo langsung menggandeng tangan Gina dan membawanya jalan menjauhi ku. “Hey!”,Terdengar suara dari belakang tubuh ku. “Hai, mau kemana nih?”,Jawab ku kepada seseorang yang ternyata itu Bian. “Nggak kemana-mana. Kamu sendiri mau kemana?”,Tanyanya balik. “Tadinya sih mau ke jalan-jalan bareng Gina. Eh, ternyata dianya malah pacaran sama si Pigo!”,Jawab ku panjang lebar. “Oh, gitu! Ya udah jalan sama aku aja!”,Ajaknya kePDan. Kini ku terasa tangan kanan ku di tarik oleh Bian. “Eh!”,Kata ku bebarengan dengan Bian. “Kamu duluan aja deh! kamu mau ngomong apa?”,Kata Bian mengalah. “Nggak! Kamu duluan aja!”,Jawab ku berusaha menjadi sosok berjiwa besar. “Kalau aku boleh jujur. Kamu cantik banget hari ini!”,Katanya yang sedikit membuat ku melayang. “Masa? Gombal!”,Jawab ku yang membuat wajahnya memerah. “Ya, beneranlah! Masa sih aku bohong!”,Katanya seraya menghentikan langkahnya. “Kenapa berhenti?”,Tanya ku kebingungan melihat Bian tak lagi berjalan. “Lie!”,Katanya sambil mengangkat kedua tangan ku. “Lie, aku mau bilang! Kalau sebenernya, a...a...ku... su...ka... sama kamu!”,Katanya tersendat-sendat. Yang memang perkataannya membuat ku melayang sangat tinggi. “Apa? Aku nggak denger!”,Kata ku seolah-olah tak mendengar perkataan Bian. Sebenarnya sih, aku mendengarnya. “Aduh! Kan aku malu ngulain lagi! Kamu tuh gimana sih, ngomong kayak gitukan nggak gampang! Malah nggak denger!”,Bentak Bian kepada ku. “Kok malah kamu yang marah-marah! Emang nggak boleh aku mau denger sekali lagi?”,Tanya ku balas membentaknya. “Iya-iya! Jadi, aku itu... suka sama kamu! PUAS?”,Katanya yang membuatku dua kali melayang jauh ke angkasa. “Ya, terus gimana?”,Lanjutnya. “Gimana apanya?”,Jawab ku yang benar-benar tak mengerti maksudnya. “Ya, kamu nerima aku apa nggak?”,Tanyanya. “Ehm, kalau aku boleh jujur Lie nggak ada perasaan apa-apa sama Bian. Lie nganggap Bian Cuma temen. Nggak lebih! Maaf ya, Bian!”,Jawab ku panjang lebar yang kelihatannya membuat Bian sedih. “Bian, kamu nggak marah kan?”,Lanjut ku setelah melihat langkah Bian menjauh dari ku. Dan setelah Bian mendengar parkataan ku dia berhenti dari langkahnya. “Tenang aja kali! Aku nggak marah kok! Lagian siapa juga yang beneran suka sama kamu! GR duluan sih!”,Jawabnya. ‘Ku pikir Bian beneran suka sama aku! Ternyata Bian sama sekali nggak suka sama aku. Kayaknya aku keGRan banget deh!’,Kataku dalam hati. “Lie, ayo!”,Ajak Bian membubarkan lamunanku.
Pagi ini kemah kan berakhir sudah. Sedih deh rasanya, karena kali ini aku merasakan tidur di luar rumah. “Lie, kamu nggak beres-beres?”,Tanya Gina seraya membereskan barang-barang miliknya. “Oh,iya aku lupa! Eh, Gin tungguin ya!”,Kata ku sambil membersihkan tenda. “Ya, iya! Aku tungguin kok!”,Jawab Gina membantu ku. Setelah lima menit aku dan anggota regu lainnya membereskan tenda, sekilas ku lihat Gina mulai mendekati Pigo. “Dasar! Caper!”,Kata ku sebel karena melihat Gina meninggalkan pekerjaannya. “Siapa yang caper?”,Tanya seseorang dibelakangku yang sepertinya mendengar perkatan ku barusan. “Eh, kamu Bi! Nggak bukan siapa-siapa kok! Kamu udah selesai ta bersiiin tendanya?”,Tanya ku balik. “Udah kok! Mau ku bantu?”,Tawar Bian kepada ku. “Makasih!”,Jawab ku bermaksud menerima tawarannya.
Kita pulang dengan bus pariwisata. “Eh, Gin! Ayo kita masuk!”,Ajak ku seraya melambaikan tangan ke arah Bian. “Iya,iya! Tunggu dong, aku kan mau pamit dulu sama Pigo!”,Jawab Gina yang membuatku marah. Tidak sampai lima menit aku dan Gina masuk ke dalam bus. ‘PANAS!’,Kata ku dalam hati. “Bisa geser nggak sih???”,Tanya ku sedikit menyindir kepada Gina yang sedang sibuk melambaikan tangannya kearah Pigo. “GINA!!!”,Teriakku. Sepi, hening, seketika di dalam bus tak ada suara. “Sorry!”,Kata ku meminta maaf kepada seluruh orang seisi bus. “Kenapa, Lie?”,Tanya Gina pura-pura tidak tahu. “Geser!”,Jawab ku seraya mendorong Gina lebih mendekat dengan jendela bus. “Duh, Sakit tau!”,Kata Gina kesakitan.
Di tengah perjalanan, aku dan Gina sempat mengobrol beberapa menit. “Gin, kamu beneran suka sama Pigo?”,Tanya ku sambil makan cemilan. “Kalau aku boleh jujur ya. Aku itu nggak suka sama Pigo!”,Jawabnya yang membuatku kaget setengah mati. “Jadi? Maksud mu, kamu cuma bikin dia sebagai pelampiasan doang karena kamu di putusin sama Joe? Aku bener-bener nggak nyangkah kalau kamu segitu piciknya! Aku benci sama kamu!”,Bentak ku ke arah Gina. “Aku terima kalau kamu mikir aku picik, aku munafik! Emang itu yang aku lakuin. Tapi, sekarang lihat diri kamu sendiri. Apa kamu udah bener? Kamu pernah bilang ke aku kalau kamu suka sama Bian. Tapi, nyatanya apa? Kamu nolak dia kan? Aku nggak ngerti jalan pikiran kamu! Maksud kamu itu apa?”,Bentak Gina balik ke aku. “Tapi, Gin! Aku bisa jelasin tiu ke kamu. Dengerin aku dulu!”. “Kamu nggak perlu jelasin itu! Karena aku nggak mau denger apapun penjelasan kamu! Minggir!”,Jawab Gina seraya mendorong ku hingga tubuh ku terjatuh. “Gina!”,Panggil ku yang melihat Gina menjauh dari ku. ‘Maafin aku, Gin! Aku emang suka sama Bian, tapi aku juga nggak bisa bohongi hati aku kalau aku juga suka sama Pigo! Aku bilang ke kamu kalau aku suka Bian itu karena aku nggak tega ngelepas senyum mu. Maafin aku, Gin!’,Kataku dalam hati. Seketika air mata pun menulusuri pipi ku. “Lie, bangun! Udah nyampe nih! Masih tidur aja.”,Kata Gina membangunkan ku. “Gin, sory ya?”,Kata ku setelah melihat Gina di depan ku. “Maaf kenapa? Kamu nggak pernah punya salah sama aku!”,Jawab Gina seraya merapikan bajunya. “Oh, nggak kok! Nggak apa-apa! Yuk turun!”,Ajak ku sambil berusaha memahami kalau kejadian tadi hanyalah dalam mimpi.
“Pigo!”,Panggil Gina ke arah bus anak laki-laki. Aku baru menyadarinya, kalau aku sebenarnya suka sama Pigo. Sosok anak yang tidak pernah mengalah. Bukan Bian, yang selalu menolong ku dan selalu ada di sisi ku di saat aku sedang kesepian. “Gin, aku kesana dulu ya!”,Kata ku bermaksud pamit menjauhi Gina. “Oh, iya!”,Jawab Gina seraya melambaikan tangannya ke arah Pigo. Aku benar-benar sangat tak berdaya. Mungkin Pigo memang bukan untuk ku. Tapi, untuk Gina. “Hai, Lie!”,Sapa Bian dengan nada tak seperti biasanya. Mungkin itu karena dia melihat wajah ku sedang murung. “Kamu kenapa sih? Ada masalahnya sama Gina? Kamu bertengkar sama dia?”,Tanya Bian panjang lebar. “Nggak kok! Aku nggak marahan sama dia. Kita juga nggak ada masalah. Aku cuma lagi bingung kenapa aku bisa suka sama cowoknya sahabat aku?”,Jawab ku sedih. “Jadi, kamu suka sama Pigo?”,Tanya Bian. Aku hanya menjawabnya dengan sekali anggukan. “Lie, bukannya aku cemburu atau apalah! Tapi, aku cuma mau ngingetin kalau Gina itu sahabat kamu. Kalau sampai Gina tau, ini bakalan bikin persahabatan kalian nggak utuh lagi!”,Kata Bian memberikan pendapatnya. “Aku tau, Bi! Tapi, ngilangin suatu perasaan itu susah. Apa lagi perasaan suka sama orang! Itu bakalan susah banget! Aku bingung, Bi? Aku harus gimana?”,Kata ku seraya meneteskan ari mata. “Udah nggak usah nangis! Nangis nggak akan menyelesaikan masalah kan? Lie, perlu kamu ingat, kalau kamu butuh pundak untuk menangis pundak ku akan selalu siap!”,Jawab Bian membuat hati ku legah. “Thanks ya, Bi! Kamu emang teman ku yang paling baik!”.
Hari mulai larut, tapi aku masih saja di sekolah bermaksud menunggu jemputan ayah dan bunda. Ku lihat teman-teman ku sudah banyak yang pulang. Terasa sangat kesepian. “Lie! Duluan ya!”,Teriak Gina seraya memeluk erat Pigo dari belakang. Rasa cemburu, marah, sedih, bercampur menjadi satu. “Mulut emang bisa bohong tapi, mata dan hati tidak akan pernah bisa bohong!”,Terdengar suara dari belakang ku.suara yang tak asing lagi. “Eh, pak Budi!”,Kata ku setelah berbalik badan. Ku lihat pak Budi mulai merasakan apa yang ku rasakan saat ini. “Bapak bisa mengerti, bagaimana sakitnya ketika melihat seseorang yang kita sayangi jalan dengan sahabat kita sendiri. Tapi, bapak juga yakin. Kita bisa kuat itu karena dorongan dari diri kita sendiri.”,Tutur pak Budi panjang lebar. Ku pikir perkataan pak Budi sangatlah benar. Dorongan dari diri kita sendirilah yang belum pernah ku coba selama ini. “Makasih, pak!”,Jawab ku setelah mendengar panjang lebar tutur pak Budi. “Permisi, Olie ayo pulang!”,Ajak Bunda seraya menggandeng tanganku dan berpamitan kepada pak Budi. “Pak, Olie pulang dulu ya!”,Pamit ku ke arah pak Budi.
Derrrreeeeetttttt.....derrrreeeeeeeeeettttttt.....
Terasa ada yang bergetar dalam kantong celana yang ku kenakan. Handphone. Ku lihat di layar handphone milik ku, ada pesan masuk. Dari Bian.
From: Bian
Ai, gi apa nih? Btw, sory ya
Tadi Aku Duluan pulangnya!
...
“Nggak kayak biasanya!”,Kata ku kebingungan memikirkan Bian. Kerena yang Olie tau dia jarang mengirim pesan pada ku lewat handphone. Yang beralasan karena ingin hemat pulsa.
To: Bian
Gi mau pulang. E, kok nggak
Biasanya sih. Katanya mau hemat
Pulsa???...
“Terkirim!”,Kata ku. “Apanya yang terkirim, sayang?”,Tanya ayah yang sepertinya kebingungan mendengar kata-kata ku. “Enggak kok, yah!”,Jawab ku tenang. “Lie, kamu kalau ada masalah cerita dong sama bunda, sama ayah!”,Kata bunda mungkin mulai merasa kalau aku memang lagi bersedih. “Olie, nggak punya masalah kok, bun!”,Jawab ku bermaksud menutupi semuanya.
Hari semakin larut, dan aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Dan pandanganku, mulai buram dan, tak terlihat. “Lie, aku mau ngomong. Bian suka sama Olie! Bian sayang Olie. Olie sayang kan sama Bian?”,Tanya Bian kepada ku. “Olie, Olie suka sama Bian bahkan sayang sama Bian!”,Jawab ku dengan wajah berseri-seri. “Aarrrrrrrrrrgggggggghhhhhhhhhh!”,Teriak ku terbangun dari tidur. “Ada apa, sayang?”,Tanya bunda setelah mendengar teriakan ku. “Oh, nggak apa-apa kok, bun!”,Jawab ku singkat. “Olie, bunda tau kalau kamu ada masalah kan? Apa salahnya sih, Olie cerita sama bunda? Olie, udah nggak sayang lagi ya sama bunda?”,Kata bunda panjang lebar. “Nggak, Bun! Olie, sayang sama bunda. Olie cuma mau nyelesein masalah Olie sendiri. Olie nggak mau bunda ikut sama masalah Olie!”,Jawab ku seraya memeluk bunda dengan erat. “Bunda ngerti kok, sayang! Sekarang tidur lagi ya!”,Seru bunda ke arah ku sambil mencium pipi ku.
‘Kukuruuuuuuuuuuuuuuuyuuuuuuuuuk...’
Ku buka kedua mataku. Dan ku angkat badan ku dengan penuh kasih. “Selamat pagi, dunia!”,Kata ku seraya membuka cendela kamar. “Doooooorrrrr!!!!”,Seru Pio menggagetkan ku. “Aduh! Bikin jantung orang copot aja!”,Jawab ku refleks. “Sory-sory! Kamu nggak sekolah? Jam segini kok baru bangun tidur?”,Tanyanya kepada ku. “Munurut loe? Ya sekolahlah!”,Jawab ku sewot. “Ya, kan Cuma nanya doang!”,Seru Pio menyesal. “Pi, entar anterin aku ya!”. “Kemana?”. “Ya, ke sekolah! Mau kemana lagi!”. “Oke deh!”. Bunda punya seorang teman. Bisa di bilang teman dekat. Dan teman dekat Bunda itu punya anak yang namanya Pio. Sejak saat Pio datang ke rumah ku dialah yang menjadi tumpuhan segala cerita-cerita ku.
“Lie, besok minggu aku sekeluarga mau liburan ke puncak! Kamu mau ikut nggak?”,tanya Pio di tengah perjalanan menuju ke sekolahku. “Emm, boleh deh! tapi, aku boleh ngajak teman nggak?”,Jawab ku seraya melemparkan pertanyaan. “Boleh sih! Emang siapa? Gina?”,Tanyanya balik. “Bukan! Tapi, Bian!”,Jawab ku. Secepat mungkin Pio memberentikan laju sepeda motornya. “Kok berenti?”,Tanya ku kepada Pio yang terlihat sewot. “Kenapa nggak boleh ya aku ngajak Bian?”,Tanya ku. Pio tak menjawabnya. Dia terus diam sampai aku di turunkannya di depan sekolah. “PIO!!!”,Teriak ku ke arah Pio yang mulai menjauhi ku dengan mengedarai sepada motornya. Sempat ku bingung sejenak.
“Hai, Olie!”,Sapa Kak Ebi kepada ku seraya tersenyum. “Hai, juga Kak!”,Jawab ku sambil membalas senyum manisnya. “Gimana nih, kemah kemaren?”,Tanyanya. “Seru banget, Kak!...”,Jawab ku. “Hai, sayang!”,Selah seseorang dari belakang kita. Yang ternyata itu adalah Jihan. “Sayang, ke kantin yuk!”,Ajak Jihan kepada Kak Ebi. Ku lihat Kak Ebi memang merasa tidak enak pada ku. “Lie, Kakak pergi duluan ya!”,Pamit Kak Ebi ke arah ku seraya melangkah menjauhi ku. Dan aku pun melangkah menuju arah kelas. Seketika ku dengar teriakan memanggilku. “Olie!”,Teriak Bian memanggilku dari belakang. “Eh, sory ya sms kamu kemaren nggak aku bales! Mepet pulsa nih!”,Lanjutnya yang sedikit ku hiraukan. “Lie, kamu ada masalah ya? Cerita dong!”,Tanya Bian sambil menghentikan langkahku. “Aku nggak kenapa-kenapa kok! Tenang aja!”,Jawab ku yang sepertinya tak cukup menyakinkan Bian. “Iya, deh. kelau emang kamu nggak mau cerita. Masuk kelas yuk!”,Ajak Bian seraya menarik tangan kanan ku.
“Hai, Lie! Baru dateng? By the way, berangkat bareng Bian nih?”,Tanya Gina panjang lebar. “Nggak kok! Aku nggak berangkat bareng Bian!”,Jawab ku yang sebenarnya malas mengatakannya. “Bi, kamu apain tuh Olie? Sampei lemas gitu?”,Tanya Gina pada Bian yang membuatku naik darah. “Bian nggak ngapa-ngapain aku! Udah aku bilang kan!”,Kata ku sambil teriak di depan Gina. Lalu, secepat mungkin aku berlari meninggalkan Gina dan Bian dengan banyak meneteskan air mata. “Kenapa aku harus suka Pigo? Kenapa?...”,Kata ku tersendat-sendat seraya menghentikan langkah lari ku. “Gila Loe, Pig! Jadi selama ini Loe nggak bener-bener suka sama Gina? Gila!”,Terdengar suara dari balik pintu kamar mandi anak cowok. Aku berusaha mendengarkan percakapan itu. “Yoi, Gua emang nggak suka sama dia! Gua dekein dia kan gara-gara Olie! Loe tau sendiri kan dari dulu Gua sukanya sama Olie, bukan sama sahabatnya itu!”,Kata itu sepertinya dari bibir Pigo. “Ya, ampun jadi selama ini Pigo nggak bener-bener suka sama Gina! Pigo emang nggak sepertinya yang aku kira!”,Kata ku seraya bergegas pergi ke kelas. Ku lihat di dalam kelas Gina menangis di pelukan Bian. Aku menjadi merasa bersalah telah membentaknya. “Gin, maafin aku ya!”,Kata ku kepada Gina. “Nggak pa-pa kok!”,Jawab Gina sambil memeluk ku erat.
“Gin, aku bisa ngomong sebentar nggak sama kamu? Berdua aja!”,Ajak ku kepada Gina yang sedang bergurau dengan Pigo. “Emang ada apaan sih?”,Kata Gina menyakan maksud aku. “Gin, aku mau ngomong serius sama kamu. Tapi, plis kamu jangan marah ya!”.”Udah ngomong aja kali!”.”Gin, tadi pagi aku denger percakapan Pigo sama temannya. Dia bilang, dia nggak bener-bener suka sama kamu!”,Jelas ku panjang lebar. “Hahahahahahahhhhhhhh... Siapa juga yang bilang kalau Pigo suka sama gua? Dia itu sukanya sama loe kali. Aku emang pernah suka sama dia. Tapi, dianya nggak suka sama aku. Dia sukanya sama kamu! Lagian, aku juga tau kok. Kamu juga suka kan sama dia. Ya kan?”,Kata Gina panjang lebar. Perkataan Gina memang membuatku bingung setengah mati. “Maksud Loe?”,Tanya ku kebingungan. “Happy birthday, Olie!”,Terdengar teriakan dari balik tubuh ku. “Hahhhh????”,Kata ku dan...
“Olie, bangun sayang!”,Itu kata Bunda. “Maafin Bunda sama Ayah ya! Ikut ngerjain Olie! Happy birthday ya, sayang!”,Lanjut Ayah. “Happy birthday ya, Lie!”,Kata Gina dan Bian menyusul dari belakang Ayah. “Maafin aku ya, Lie! Dan Happy birthday!”,Ujar Pio sekeluarga. Aku hanya menjawabnya dengan seulas tawa. “Hellllooooowww, Happy birthday to you, Olie!”,Kata seseorang dari balik kostum badut. Aku mulai memasang muka penasaran. Sesaat kemudian topeng badut itupun di bukanya. “Happy birthday, Olie!”,Kata Pigo dengan senyum tawanya. Semenit kemudian, terdengar ketukan pintu dari luar kamar. Ayah telah menyambut seseorang dibalik pintu kamar. “Olie, coba tebak siapa yang datang?”,Tanya Ayah seraya berusaha menutupi wajah seseorang di belakangnya. “Siang, Olie! Happy birthday!”,Kata Pak Budi dari belakang Ayah. “Happy birthday, Olie!”,Terdengar ada suara yang menyusul perkataan Pak Budi. Dan, ternyata itu Kak Ebi, Jihan, dan teman-teman yang lain. Hari ini sangatlah menyenangkan. Dan tak akan pernah ku lupakan.
“Lie, ketua regu di suruh kumpul tuh! Buruan ke sana!”,Kata Gina membubarkan lamunan ku. “Iya, iya!”,Jawab ku seraya beranjak pergi meninggalkan tenda. “Anak-anak, sekarang kalian harus memberi tahu ke anggota kalian untuk tidur dan satu lagi, jika bapak melihat salah-satu anggota kalian keluar dari tenda tanpa ijin bapak. Satu regu akan mendapatkan hukuman. Mengerti?”,Jelas pak Budi sambil membubarkan kita semua. “Merngerti, Pak!”,Jawab kita serempak. Aku mulai meninggalkan tempat itu dan sekilas aku melihat Bian tersenyum pada ku. “Hai!”,Teriak ku ke arah Bian. Bian membalasnya dengan lambaian tangan.
Ketika aku sampai di dalam tenda ku lihat semua anak di tenda pada ribut membereskan tempat untuk tidur. “Hey, ada berita!”,Teriakku ke arah semua anggota regu ku. Sepi, di dalam tenda langsung hening. Tak ada suara. “Entar kalau di antara kalian mau keluar tenda harus ijin ke pak Budi! Oke!”,Kata ku singkat. Tak lama setelah ku berbicara, di dalam tenda mulai berisik lagi. “Lie, tadi kamu di luar ketemu Pigo nggak? Terus-terus dia pake baju apa? Oh, iya dia pake jacket nggak? By the way, disini kan dingin! Dia...”,Cerocos Gina yang ku sela. “Aku nggak ketemu Pigo. Aku juga nggak tau dia pake baju atau nggak! Terus masalah dia pake jacket atau nggak, itu juga bukan urusan ku! NGERTI!”,Jelas ku sambil teriak ke arah Gina. Yang sepertinya membuat ketenangan di dalam tenda. Sepi. “Sorry, just kidding!”,Kata ku seraya merebahkan tubuh ku. Dan memejamkan mata.
Dinginnya hawa pegunungan, membuat ku terbangun dari tidur lelap ku. “Gin, bangun dong! Temenin aku ke sungai yuk!”,Kata ku sambil menggoyang-goyangkan badan Gina. “Aduh Lie! Ini kan masih pagi banget! Masih dingin tau! Entar aja ya!”,Jawab Gina menolak ajakan ku. “Ayolah, Gin! Bangun!”,Ajak ku lagi. “Aduh! Iya-iya! Bentar!”,Jawab Gina sambil marah-marah. Setelah agak lama ku menunggu Gina membereskan barang-barang miliknya, dan akhirnya setelah Gina selesai membereskan semuanya. Dia ikut ke sungai bersama ku.
“Lie, liat deh!”,Kata Gina menunjuk ke arah sungai. “Ada Bian tuh!”,Lanjut Gina setelah ku melihat ke arah sungai. “BIAN!”,Teriak ku seraya lari menuju ke sungai. “Ahrrrrrrggggggggg!!!!”,Teriak ku tergelincir dari bebatuan. Terasa tubuh ku melayang setelahnya. Tanpa ku ketahui ternyata aku sudah berada di tangan Bian. Sejenak ku terpaku karena melihat mata berseri Bian. “Ehm, thanks ya!”,Ucap ku ke Bian sambil berdiri di sampingnya. “Nggak apa-apa kok! Kamu nggak kenapa-kenapa kan?”,Tanya Bian yang sepertinya mengawatirkan keadaan ku. “Woi... Ayo jalan! Malah liat-liatan!”,Sentak Gina dibelakang ku yang membuat ku kaget. “Iya-iya! Sabar!”,Jawab ku seraya turun ke sungai.
Ku lihat Bian tersenyum pada ku. “Bi, ngapain kamu?”,Tanya Gina ke arah Bian karena kebingungan melihat Bian. Helloooooowwww... Jadi aku di kacangin nih di sini!”,Teriak Gina yang membuat aku dan Bian terpana. “Eh, sorry-sorry!”,Kata ku gegabah. Bian hanya tertawa kecil. “Bi, Pigo mana?”,Tanya Gina ke Bian. “Oh, Pigo! Dia masih tidur tuh!”,Jawab Bian singkat. “Eh, Lie! Aku ke tenda Pigo dulu ya!”,Pamit Gina. “Ngapain sih? Disini aja!”,Jawab ku tak mengijinkannya. “Kan disini udah ada Bian! Kamu nggak akan sendirian kan! Aku tinggal ya! Bi, titip ya!” ,Kata Gina sambil berlari meninggalkan aku dan Bian. “Hey!”,Sapa Bian ke arah ku seraya tersenyum manis. “Hey!”,Jawab ku sambil membalas senyumnya. “Lie, gimana kemaren malem. Bisa tidur?”,Tanya Bian yang sepertinya peduli sekali pada ku. “Bisa kok! Kalau kamu gimana?”,Jawab ku seraya melihat keindahan alam sekitar. “Bisalah. Apalagi tidurnya mimpiin kamu!”,Kata Bian yang membuatku kaget sekali. “Ops!”,Lanjutnya. “Apa? Mimpiin aku? Beneran?”,Tanya ku bercanda. Ku pikir ucapan Bian yang tadi juga bercanda. Kita berdua bermain air bersama. Sungguh pagi yang sangat menyenangkan.
“Selamat pagi anak-anak! Hari ini tidak ada kegiatan. Jadi kalian boleh bebas hari ini. Dan jangan lupa sore nanti kita akan melakukan kegiatan di hutan. Sekarang kalian boleh bubar!”,Jelas Pak Budi panjang lebar. “Lie, kita kesana yuk!”,Kata Gina mengajakku mendekati segerombolan anak laki-laki. “Ngapain sih?”,Tanya ku yang bermaksud menolak ajakannya. “Ayo ikut aku! Bentar aja!”,Bujuk Gina juga memaksa ku. “Hey!”,Sapa Gina di depan semua anak laki-laki itu. “Hey, Gin!”,Terdengar ada yang menjawab sapaan Gina. Ya, aku tidak kaget. Itu pasti suara Pigo. “Eh, Pigo! Jalan yuk!”,Ajak Gina manja. Tak lama kemudian Pigo langsung menggandeng tangan Gina dan membawanya jalan menjauhi ku. “Hey!”,Terdengar suara dari belakang tubuh ku. “Hai, mau kemana nih?”,Jawab ku kepada seseorang yang ternyata itu Bian. “Nggak kemana-mana. Kamu sendiri mau kemana?”,Tanyanya balik. “Tadinya sih mau ke jalan-jalan bareng Gina. Eh, ternyata dianya malah pacaran sama si Pigo!”,Jawab ku panjang lebar. “Oh, gitu! Ya udah jalan sama aku aja!”,Ajaknya kePDan. Kini ku terasa tangan kanan ku di tarik oleh Bian. “Eh!”,Kata ku bebarengan dengan Bian. “Kamu duluan aja deh! kamu mau ngomong apa?”,Kata Bian mengalah. “Nggak! Kamu duluan aja!”,Jawab ku berusaha menjadi sosok berjiwa besar. “Kalau aku boleh jujur. Kamu cantik banget hari ini!”,Katanya yang sedikit membuat ku melayang. “Masa? Gombal!”,Jawab ku yang membuat wajahnya memerah. “Ya, beneranlah! Masa sih aku bohong!”,Katanya seraya menghentikan langkahnya. “Kenapa berhenti?”,Tanya ku kebingungan melihat Bian tak lagi berjalan. “Lie!”,Katanya sambil mengangkat kedua tangan ku. “Lie, aku mau bilang! Kalau sebenernya, a...a...ku... su...ka... sama kamu!”,Katanya tersendat-sendat. Yang memang perkataannya membuat ku melayang sangat tinggi. “Apa? Aku nggak denger!”,Kata ku seolah-olah tak mendengar perkataan Bian. Sebenarnya sih, aku mendengarnya. “Aduh! Kan aku malu ngulain lagi! Kamu tuh gimana sih, ngomong kayak gitukan nggak gampang! Malah nggak denger!”,Bentak Bian kepada ku. “Kok malah kamu yang marah-marah! Emang nggak boleh aku mau denger sekali lagi?”,Tanya ku balas membentaknya. “Iya-iya! Jadi, aku itu... suka sama kamu! PUAS?”,Katanya yang membuatku dua kali melayang jauh ke angkasa. “Ya, terus gimana?”,Lanjutnya. “Gimana apanya?”,Jawab ku yang benar-benar tak mengerti maksudnya. “Ya, kamu nerima aku apa nggak?”,Tanyanya. “Ehm, kalau aku boleh jujur Lie nggak ada perasaan apa-apa sama Bian. Lie nganggap Bian Cuma temen. Nggak lebih! Maaf ya, Bian!”,Jawab ku panjang lebar yang kelihatannya membuat Bian sedih. “Bian, kamu nggak marah kan?”,Lanjut ku setelah melihat langkah Bian menjauh dari ku. Dan setelah Bian mendengar parkataan ku dia berhenti dari langkahnya. “Tenang aja kali! Aku nggak marah kok! Lagian siapa juga yang beneran suka sama kamu! GR duluan sih!”,Jawabnya. ‘Ku pikir Bian beneran suka sama aku! Ternyata Bian sama sekali nggak suka sama aku. Kayaknya aku keGRan banget deh!’,Kataku dalam hati. “Lie, ayo!”,Ajak Bian membubarkan lamunanku.
Pagi ini kemah kan berakhir sudah. Sedih deh rasanya, karena kali ini aku merasakan tidur di luar rumah. “Lie, kamu nggak beres-beres?”,Tanya Gina seraya membereskan barang-barang miliknya. “Oh,iya aku lupa! Eh, Gin tungguin ya!”,Kata ku sambil membersihkan tenda. “Ya, iya! Aku tungguin kok!”,Jawab Gina membantu ku. Setelah lima menit aku dan anggota regu lainnya membereskan tenda, sekilas ku lihat Gina mulai mendekati Pigo. “Dasar! Caper!”,Kata ku sebel karena melihat Gina meninggalkan pekerjaannya. “Siapa yang caper?”,Tanya seseorang dibelakangku yang sepertinya mendengar perkatan ku barusan. “Eh, kamu Bi! Nggak bukan siapa-siapa kok! Kamu udah selesai ta bersiiin tendanya?”,Tanya ku balik. “Udah kok! Mau ku bantu?”,Tawar Bian kepada ku. “Makasih!”,Jawab ku bermaksud menerima tawarannya.
Kita pulang dengan bus pariwisata. “Eh, Gin! Ayo kita masuk!”,Ajak ku seraya melambaikan tangan ke arah Bian. “Iya,iya! Tunggu dong, aku kan mau pamit dulu sama Pigo!”,Jawab Gina yang membuatku marah. Tidak sampai lima menit aku dan Gina masuk ke dalam bus. ‘PANAS!’,Kata ku dalam hati. “Bisa geser nggak sih???”,Tanya ku sedikit menyindir kepada Gina yang sedang sibuk melambaikan tangannya kearah Pigo. “GINA!!!”,Teriakku. Sepi, hening, seketika di dalam bus tak ada suara. “Sorry!”,Kata ku meminta maaf kepada seluruh orang seisi bus. “Kenapa, Lie?”,Tanya Gina pura-pura tidak tahu. “Geser!”,Jawab ku seraya mendorong Gina lebih mendekat dengan jendela bus. “Duh, Sakit tau!”,Kata Gina kesakitan.
Di tengah perjalanan, aku dan Gina sempat mengobrol beberapa menit. “Gin, kamu beneran suka sama Pigo?”,Tanya ku sambil makan cemilan. “Kalau aku boleh jujur ya. Aku itu nggak suka sama Pigo!”,Jawabnya yang membuatku kaget setengah mati. “Jadi? Maksud mu, kamu cuma bikin dia sebagai pelampiasan doang karena kamu di putusin sama Joe? Aku bener-bener nggak nyangkah kalau kamu segitu piciknya! Aku benci sama kamu!”,Bentak ku ke arah Gina. “Aku terima kalau kamu mikir aku picik, aku munafik! Emang itu yang aku lakuin. Tapi, sekarang lihat diri kamu sendiri. Apa kamu udah bener? Kamu pernah bilang ke aku kalau kamu suka sama Bian. Tapi, nyatanya apa? Kamu nolak dia kan? Aku nggak ngerti jalan pikiran kamu! Maksud kamu itu apa?”,Bentak Gina balik ke aku. “Tapi, Gin! Aku bisa jelasin tiu ke kamu. Dengerin aku dulu!”. “Kamu nggak perlu jelasin itu! Karena aku nggak mau denger apapun penjelasan kamu! Minggir!”,Jawab Gina seraya mendorong ku hingga tubuh ku terjatuh. “Gina!”,Panggil ku yang melihat Gina menjauh dari ku. ‘Maafin aku, Gin! Aku emang suka sama Bian, tapi aku juga nggak bisa bohongi hati aku kalau aku juga suka sama Pigo! Aku bilang ke kamu kalau aku suka Bian itu karena aku nggak tega ngelepas senyum mu. Maafin aku, Gin!’,Kataku dalam hati. Seketika air mata pun menulusuri pipi ku. “Lie, bangun! Udah nyampe nih! Masih tidur aja.”,Kata Gina membangunkan ku. “Gin, sory ya?”,Kata ku setelah melihat Gina di depan ku. “Maaf kenapa? Kamu nggak pernah punya salah sama aku!”,Jawab Gina seraya merapikan bajunya. “Oh, nggak kok! Nggak apa-apa! Yuk turun!”,Ajak ku sambil berusaha memahami kalau kejadian tadi hanyalah dalam mimpi.
“Pigo!”,Panggil Gina ke arah bus anak laki-laki. Aku baru menyadarinya, kalau aku sebenarnya suka sama Pigo. Sosok anak yang tidak pernah mengalah. Bukan Bian, yang selalu menolong ku dan selalu ada di sisi ku di saat aku sedang kesepian. “Gin, aku kesana dulu ya!”,Kata ku bermaksud pamit menjauhi Gina. “Oh, iya!”,Jawab Gina seraya melambaikan tangannya ke arah Pigo. Aku benar-benar sangat tak berdaya. Mungkin Pigo memang bukan untuk ku. Tapi, untuk Gina. “Hai, Lie!”,Sapa Bian dengan nada tak seperti biasanya. Mungkin itu karena dia melihat wajah ku sedang murung. “Kamu kenapa sih? Ada masalahnya sama Gina? Kamu bertengkar sama dia?”,Tanya Bian panjang lebar. “Nggak kok! Aku nggak marahan sama dia. Kita juga nggak ada masalah. Aku cuma lagi bingung kenapa aku bisa suka sama cowoknya sahabat aku?”,Jawab ku sedih. “Jadi, kamu suka sama Pigo?”,Tanya Bian. Aku hanya menjawabnya dengan sekali anggukan. “Lie, bukannya aku cemburu atau apalah! Tapi, aku cuma mau ngingetin kalau Gina itu sahabat kamu. Kalau sampai Gina tau, ini bakalan bikin persahabatan kalian nggak utuh lagi!”,Kata Bian memberikan pendapatnya. “Aku tau, Bi! Tapi, ngilangin suatu perasaan itu susah. Apa lagi perasaan suka sama orang! Itu bakalan susah banget! Aku bingung, Bi? Aku harus gimana?”,Kata ku seraya meneteskan ari mata. “Udah nggak usah nangis! Nangis nggak akan menyelesaikan masalah kan? Lie, perlu kamu ingat, kalau kamu butuh pundak untuk menangis pundak ku akan selalu siap!”,Jawab Bian membuat hati ku legah. “Thanks ya, Bi! Kamu emang teman ku yang paling baik!”.
Hari mulai larut, tapi aku masih saja di sekolah bermaksud menunggu jemputan ayah dan bunda. Ku lihat teman-teman ku sudah banyak yang pulang. Terasa sangat kesepian. “Lie! Duluan ya!”,Teriak Gina seraya memeluk erat Pigo dari belakang. Rasa cemburu, marah, sedih, bercampur menjadi satu. “Mulut emang bisa bohong tapi, mata dan hati tidak akan pernah bisa bohong!”,Terdengar suara dari belakang ku.suara yang tak asing lagi. “Eh, pak Budi!”,Kata ku setelah berbalik badan. Ku lihat pak Budi mulai merasakan apa yang ku rasakan saat ini. “Bapak bisa mengerti, bagaimana sakitnya ketika melihat seseorang yang kita sayangi jalan dengan sahabat kita sendiri. Tapi, bapak juga yakin. Kita bisa kuat itu karena dorongan dari diri kita sendiri.”,Tutur pak Budi panjang lebar. Ku pikir perkataan pak Budi sangatlah benar. Dorongan dari diri kita sendirilah yang belum pernah ku coba selama ini. “Makasih, pak!”,Jawab ku setelah mendengar panjang lebar tutur pak Budi. “Permisi, Olie ayo pulang!”,Ajak Bunda seraya menggandeng tanganku dan berpamitan kepada pak Budi. “Pak, Olie pulang dulu ya!”,Pamit ku ke arah pak Budi.
Derrrreeeeetttttt.....derrrreeeeeeeeeettttttt.....
Terasa ada yang bergetar dalam kantong celana yang ku kenakan. Handphone. Ku lihat di layar handphone milik ku, ada pesan masuk. Dari Bian.
From: Bian
Ai, gi apa nih? Btw, sory ya
Tadi Aku Duluan pulangnya!
...
“Nggak kayak biasanya!”,Kata ku kebingungan memikirkan Bian. Kerena yang Olie tau dia jarang mengirim pesan pada ku lewat handphone. Yang beralasan karena ingin hemat pulsa.
To: Bian
Gi mau pulang. E, kok nggak
Biasanya sih. Katanya mau hemat
Pulsa???...
“Terkirim!”,Kata ku. “Apanya yang terkirim, sayang?”,Tanya ayah yang sepertinya kebingungan mendengar kata-kata ku. “Enggak kok, yah!”,Jawab ku tenang. “Lie, kamu kalau ada masalah cerita dong sama bunda, sama ayah!”,Kata bunda mungkin mulai merasa kalau aku memang lagi bersedih. “Olie, nggak punya masalah kok, bun!”,Jawab ku bermaksud menutupi semuanya.
Hari semakin larut, dan aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Dan pandanganku, mulai buram dan, tak terlihat. “Lie, aku mau ngomong. Bian suka sama Olie! Bian sayang Olie. Olie sayang kan sama Bian?”,Tanya Bian kepada ku. “Olie, Olie suka sama Bian bahkan sayang sama Bian!”,Jawab ku dengan wajah berseri-seri. “Aarrrrrrrrrrgggggggghhhhhhhhhh!”,Teriak ku terbangun dari tidur. “Ada apa, sayang?”,Tanya bunda setelah mendengar teriakan ku. “Oh, nggak apa-apa kok, bun!”,Jawab ku singkat. “Olie, bunda tau kalau kamu ada masalah kan? Apa salahnya sih, Olie cerita sama bunda? Olie, udah nggak sayang lagi ya sama bunda?”,Kata bunda panjang lebar. “Nggak, Bun! Olie, sayang sama bunda. Olie cuma mau nyelesein masalah Olie sendiri. Olie nggak mau bunda ikut sama masalah Olie!”,Jawab ku seraya memeluk bunda dengan erat. “Bunda ngerti kok, sayang! Sekarang tidur lagi ya!”,Seru bunda ke arah ku sambil mencium pipi ku.
‘Kukuruuuuuuuuuuuuuuuyuuuuuuuuuk...’
Ku buka kedua mataku. Dan ku angkat badan ku dengan penuh kasih. “Selamat pagi, dunia!”,Kata ku seraya membuka cendela kamar. “Doooooorrrrr!!!!”,Seru Pio menggagetkan ku. “Aduh! Bikin jantung orang copot aja!”,Jawab ku refleks. “Sory-sory! Kamu nggak sekolah? Jam segini kok baru bangun tidur?”,Tanyanya kepada ku. “Munurut loe? Ya sekolahlah!”,Jawab ku sewot. “Ya, kan Cuma nanya doang!”,Seru Pio menyesal. “Pi, entar anterin aku ya!”. “Kemana?”. “Ya, ke sekolah! Mau kemana lagi!”. “Oke deh!”. Bunda punya seorang teman. Bisa di bilang teman dekat. Dan teman dekat Bunda itu punya anak yang namanya Pio. Sejak saat Pio datang ke rumah ku dialah yang menjadi tumpuhan segala cerita-cerita ku.
“Lie, besok minggu aku sekeluarga mau liburan ke puncak! Kamu mau ikut nggak?”,tanya Pio di tengah perjalanan menuju ke sekolahku. “Emm, boleh deh! tapi, aku boleh ngajak teman nggak?”,Jawab ku seraya melemparkan pertanyaan. “Boleh sih! Emang siapa? Gina?”,Tanyanya balik. “Bukan! Tapi, Bian!”,Jawab ku. Secepat mungkin Pio memberentikan laju sepeda motornya. “Kok berenti?”,Tanya ku kepada Pio yang terlihat sewot. “Kenapa nggak boleh ya aku ngajak Bian?”,Tanya ku. Pio tak menjawabnya. Dia terus diam sampai aku di turunkannya di depan sekolah. “PIO!!!”,Teriak ku ke arah Pio yang mulai menjauhi ku dengan mengedarai sepada motornya. Sempat ku bingung sejenak.
“Hai, Olie!”,Sapa Kak Ebi kepada ku seraya tersenyum. “Hai, juga Kak!”,Jawab ku sambil membalas senyum manisnya. “Gimana nih, kemah kemaren?”,Tanyanya. “Seru banget, Kak!...”,Jawab ku. “Hai, sayang!”,Selah seseorang dari belakang kita. Yang ternyata itu adalah Jihan. “Sayang, ke kantin yuk!”,Ajak Jihan kepada Kak Ebi. Ku lihat Kak Ebi memang merasa tidak enak pada ku. “Lie, Kakak pergi duluan ya!”,Pamit Kak Ebi ke arah ku seraya melangkah menjauhi ku. Dan aku pun melangkah menuju arah kelas. Seketika ku dengar teriakan memanggilku. “Olie!”,Teriak Bian memanggilku dari belakang. “Eh, sory ya sms kamu kemaren nggak aku bales! Mepet pulsa nih!”,Lanjutnya yang sedikit ku hiraukan. “Lie, kamu ada masalah ya? Cerita dong!”,Tanya Bian sambil menghentikan langkahku. “Aku nggak kenapa-kenapa kok! Tenang aja!”,Jawab ku yang sepertinya tak cukup menyakinkan Bian. “Iya, deh. kelau emang kamu nggak mau cerita. Masuk kelas yuk!”,Ajak Bian seraya menarik tangan kanan ku.
“Hai, Lie! Baru dateng? By the way, berangkat bareng Bian nih?”,Tanya Gina panjang lebar. “Nggak kok! Aku nggak berangkat bareng Bian!”,Jawab ku yang sebenarnya malas mengatakannya. “Bi, kamu apain tuh Olie? Sampei lemas gitu?”,Tanya Gina pada Bian yang membuatku naik darah. “Bian nggak ngapa-ngapain aku! Udah aku bilang kan!”,Kata ku sambil teriak di depan Gina. Lalu, secepat mungkin aku berlari meninggalkan Gina dan Bian dengan banyak meneteskan air mata. “Kenapa aku harus suka Pigo? Kenapa?...”,Kata ku tersendat-sendat seraya menghentikan langkah lari ku. “Gila Loe, Pig! Jadi selama ini Loe nggak bener-bener suka sama Gina? Gila!”,Terdengar suara dari balik pintu kamar mandi anak cowok. Aku berusaha mendengarkan percakapan itu. “Yoi, Gua emang nggak suka sama dia! Gua dekein dia kan gara-gara Olie! Loe tau sendiri kan dari dulu Gua sukanya sama Olie, bukan sama sahabatnya itu!”,Kata itu sepertinya dari bibir Pigo. “Ya, ampun jadi selama ini Pigo nggak bener-bener suka sama Gina! Pigo emang nggak sepertinya yang aku kira!”,Kata ku seraya bergegas pergi ke kelas. Ku lihat di dalam kelas Gina menangis di pelukan Bian. Aku menjadi merasa bersalah telah membentaknya. “Gin, maafin aku ya!”,Kata ku kepada Gina. “Nggak pa-pa kok!”,Jawab Gina sambil memeluk ku erat.
“Gin, aku bisa ngomong sebentar nggak sama kamu? Berdua aja!”,Ajak ku kepada Gina yang sedang bergurau dengan Pigo. “Emang ada apaan sih?”,Kata Gina menyakan maksud aku. “Gin, aku mau ngomong serius sama kamu. Tapi, plis kamu jangan marah ya!”.”Udah ngomong aja kali!”.”Gin, tadi pagi aku denger percakapan Pigo sama temannya. Dia bilang, dia nggak bener-bener suka sama kamu!”,Jelas ku panjang lebar. “Hahahahahahahhhhhhhh... Siapa juga yang bilang kalau Pigo suka sama gua? Dia itu sukanya sama loe kali. Aku emang pernah suka sama dia. Tapi, dianya nggak suka sama aku. Dia sukanya sama kamu! Lagian, aku juga tau kok. Kamu juga suka kan sama dia. Ya kan?”,Kata Gina panjang lebar. Perkataan Gina memang membuatku bingung setengah mati. “Maksud Loe?”,Tanya ku kebingungan. “Happy birthday, Olie!”,Terdengar teriakan dari balik tubuh ku. “Hahhhh????”,Kata ku dan...
“Olie, bangun sayang!”,Itu kata Bunda. “Maafin Bunda sama Ayah ya! Ikut ngerjain Olie! Happy birthday ya, sayang!”,Lanjut Ayah. “Happy birthday ya, Lie!”,Kata Gina dan Bian menyusul dari belakang Ayah. “Maafin aku ya, Lie! Dan Happy birthday!”,Ujar Pio sekeluarga. Aku hanya menjawabnya dengan seulas tawa. “Hellllooooowww, Happy birthday to you, Olie!”,Kata seseorang dari balik kostum badut. Aku mulai memasang muka penasaran. Sesaat kemudian topeng badut itupun di bukanya. “Happy birthday, Olie!”,Kata Pigo dengan senyum tawanya. Semenit kemudian, terdengar ketukan pintu dari luar kamar. Ayah telah menyambut seseorang dibalik pintu kamar. “Olie, coba tebak siapa yang datang?”,Tanya Ayah seraya berusaha menutupi wajah seseorang di belakangnya. “Siang, Olie! Happy birthday!”,Kata Pak Budi dari belakang Ayah. “Happy birthday, Olie!”,Terdengar ada suara yang menyusul perkataan Pak Budi. Dan, ternyata itu Kak Ebi, Jihan, dan teman-teman yang lain. Hari ini sangatlah menyenangkan. Dan tak akan pernah ku lupakan.
Comments
Post a Comment